Daftar Pustaka

Jumat, 12 Oktober 2012

AMSAL A



Revisi Makalah
Amsal al-Qur’an


UIN
 







Makalah
Dipersentasikan dalam Seminar Mata Kuliah
Ulum al-Qur’an


Oleh;
A G U S S A L I M
Nim: 80100209009

Dosen Pemandu;
Prof. Drs. H. Rafi’i Yunus, MA, Ph.D
Dr. H. Baharuddin HS, M.Ag


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
            Salah satu keunikan Al-qur’an ialah segi metode pengajaran dan penyampaian pesan-pesannya kedalam jiwa manusia. Metode Al-qur’an menyampaikan pesan-pesan tersebut adalah metode yang paling singkat, mudah dan jelas. Salah satu metode pengajaran Al-qur’an yakni penyampaian melalui ungkapan masal (perumpamaan; jamaknya amsal) dalam hal-hal yang mendasar dan bersifat abstrak. Metode tersebut dapat kita temukan, misalnya ketika Al-qur’an menjelaskan keesaan Tuhan dan orang-orang yang mengesakan Tuhan, Tentang kemusyrikan dan orang-orang musyrik, tentang sikap dan kenyataan-kenyataan yang akan dihadapi dan dialami orang-orang bertauhid dan yang musyrik, serta mengenai perbuatan-perbuatan mulia pada umumnya. Hal-hal tersebut diungkapkan melalui perumpamaan-perumpamaan yang bersifat konkret. Metode ini dimaksudkan menjelaskan dan menegaskan makna pesan yang terkandung di dalamnya.[1]        
            Dengan menggunakan perumpamaam berbentuk konkret tesebut, para pendengar dan pembaca Al-qur’an akan merasakan seolah-olah pesan yang disampaikan Al-qur’an itu terlihat secara langsung. Oleh karena itu makna amsal dalam Al-qur’an dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas dengannya.
            Perumpamaan-perumpamaan dalam Al-qur’an di kategorikan kedalam kelompok kisah yang bersifat kesusastraan murni,  sebab perumpamaam merupakan salah satu cara yang baik untuk menyatakan suatu pikiran dalam bentuk kesusastraan Arab. Oleh karenanya, dalam pengungkapan suatu pikiran,  baik dalam bentuk berita,  perintah dan larangan maupun dalam bentuk nasehat-nasehat, Al-qur’an menempuh berbagai cara dalam mengantar manusia kepada kesempurnaan kemanusiannya. Antara lain dengan mengemukakan kisah paktual atau simbolik, atau perumpamaan-perumpamaan.[2]
            Al-Hakim At-Turmuzi mengatakan dalam mukaddimanya bahwa,  perumpamaan merupakan contoh-contoh hikmah bagi yang tidak terjangkau oleh pendengaran dan penglihatan;  untuk memberikan hidayah pada jiwa-jiwa dengan apa yang diketahuinya.
            Bagian dari pengaturan Allah bagi hamba-hambanya adalah menciptakan perumpamaan bagi mereka dari diri mereka sendiri, dan untuk memenuhi kebutuhan mereka kepadanya; agar mereka memikirkannya hingga mengetahui apa yang tidak terjangkau oleh penghilatan pendengaran mereka yang bersifat sahiriyah. Maka barang siapa berfikir akan perumpamaan yang Allah swt. Sebutkan dalam kitab-nya, maka sungguh menjadi orang yang alim,[3] yang dengannya seseorang dituntut untuk mengetahuinya bila hendak ingin menggali kandungan Al-qur’an dengan baik. Firman Allah dalam QS. Al-Ankabut, 29: 43.
šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎŽôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷ètƒ žwÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ
            “Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia; dan tiada memahaminya kecuali orang-orang berilmu”.(Al-Ankabut: 43).      
B. Rumusan Masalah
            Dalam makalah yang sangat sederhana ini, penulis mengangkat tiga rumusan masalah yaitu:
1.Apa definisi Amsal Al-qur’an ?
2.Bagaimana bentuk-bentuk Amsal dalam Al-qur’an  ?
3.Apa paedah dan hikmah Amsal di dalam Al-qur’an ?                  

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amsal
            Kata Amsal berasal dari kata masal yang terdiri dari mim, sin, dan lam, yang mengandung makna “perbandingan antara sesuatu dengan sesuatu lainnya,atau yang ini seperti itu”. Namun disini penulis mencoba mengungkapkan pengertian Amsal Al-qur’an secara etimologis dan terminologis serta beberapa pandangan para Ulama dan penulis sendiri.
            Secara etimologis kata Amsal adalah bentuk jamak dari kata masal dan kata misal yang berarti misal. Perumpamaan, sesuatu yang menyerupai dan bandingan. Sedangkan secara terminologis, Amsal adalah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan sudah populer dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan.[4] 
            Sayyid Qutb menyatakan bahwa amsal dalam Al-qur’an merupakan sarana untuk menggambarkan kondisi bangsa-bangsa pada masa lampau dan untuk menggambarkan akhlaknya yang sudah sirna. Seseorang penyair Zuhair dan Nabighah adz-Dzibyani. Seperti dikutip Ahmad Hasimi. Menyatakan bahwa amsal biasanya digunakan untuk sesuatu keadaan sesuatu kisah yang hebat. Masal adalah menonjolkan sesuatu makna yang abstrak kedalam bentuk indrawi agar menjadi indah dan menarik.
            Zamakhyari telah mensyaratkan akan ketiga arti ini dalam kitabnya, al-kasysyaf, ia berkata: Amsal menurut asal perkataan mereka berarti al-misl dan an-nasir (yang serupa, yang sebanding). kemudian setiap perkataan yang berlaku, popular, yang menyerupakan sesuatu (orang, keadaan dan sebagainya) dengan murid atau apa yang terkandung dalam perkataan itu disebut masal. Mereka tidak menjadikan sebagai masal yang layak diterima dan dipopulerkan kecuali perkataan yang mengandung keanehan dari beberapa segi. Dan katanya lebih lanjut. “masal” dipinjam (dipakai secara pinaman) untuk menunjukkan keadaan .sifat atau kisah jiga ketiganya dianggap penting dan mempunyai keanehan.
            Amsal merupakan sebuah konsep tertentu yang memiliki khususan tersendiri, dan konsep Amsal itu merupakan bentuk majaz yang selanjutnya sebagai pembangun seni puitik secara umum. Amsal merupakan bentuk lain dari perbandingan yang pemakainnya terpengaruh oleh pemakaian dalam Al-qur’an.[5]
            Para kritikus sastra semenjak era Abu ‘Ulbaidah (w. 207/822) dan Al-Jahiz (w. 255/868) menetapkan bahwa masal atau tamsil sebagai konsep-konsep ilustrasi puitik sama seperti halnya dengan tasybih, yang dalam sastra dan puisi Arab klasik tidak saja mempunyai fungsi membuat obyek ungkapan semakin indah dan sarih atau jelas, namun tamsil pun juga demikian. Persamaannya bahwa kedua tersbut sama-sama berbicara mengenai perumpamaan dan penyerupaan. Sedangkan perbedaannya terletak pada cakupan dari dua istilah tamsil dengan tasybih. Menurut Al-Jurjani (w. 471/ 1078), perbedaanya adalah: Tasybih lebih umum cakupannya sehingga setiap tamsil adalah tasybih, tapi tidak setiap tasybih merupakan tamsil.[6]
            Pada sisi lain (sebagaimana kutipan Dr. Mardan dari kitab Min Ma’ani al-Qur’an li ‘Abdurrahman Fuad), bahwa ada juga yang melihat perbedaan keduanya pada aspek penekanan dan pemaknaannya dalam Al-qur’an. Kata tamsil bisa bermakna prumpamaan, juga bisa di artikan perbandingan. Sedangkan tasybih hanya bisa di artikan perumpamaan atau penyerupaan saja. Kemudian tamsil di gunakan untuk menunjukkan perumpamaan kepada hal-hal sifatnya non material. Sedangkan kata tasybih di gunakan untuk menunjukkan perumpamaan dan penyerupaan kepada hal-hal yang sifatnya material.                    
            Sehingga beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Amsal qur’an tidak dapat diartikan dengan arti etimologis. Asy-Syabih dan an-nasir. Juga tidak dapat diartikan dengan pengertian yang disebutkan dalam kitab-kitab dalam kebahasan yang dipakai oleh para pengubah Amsal-amsal, sebab Amsal Al-qur’an bukanlah perkataan-perkataan yang dipergunakan untuk menyerupakan sesuatu dengan isi perkataan itu. Juga tidak dapat diartikan dengan arti Amsal menurut ulama bayan, karena diantara Amsal qur’an ada yang bukan istiarah dan penggunaanya  pun tidak begitu popular. Oleh karena itu maka definisi terakhir lebih cocok dengan pengertian Amsal qur’an, yakni menonolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa, baik berupah tasybih atau perkataan bebas (lepas, bukan tasybih).
            Ibnu Qayyim mendefinisikan Amsal qur’an dengan menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak ( ma’qul) dengan yang indrawi (kongkrit mahsus), atau mendekatkan salah satu dari dua maksud dengan yang lain dan menganggap salah satu sebagai yang lain.[7]
            Yang dimaksud adalah penyerupaan sesuatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah menyerupakan sesuatu dengan aslinya. Contohnya; “rubbah ramiyah min ghairi ramin”, maksudnya berapa banyak musibah diakibatkan oleh kekalahan pemanah. Orang yang pertama mengatakan seperti ini adalah Hakam binYaghuts Al-Naqri, membuat perumpamaan orang yang salah dengan musibah walaupun kadang-kadang benar.  
            Menurut pendapat lain: Amsal Al-qur’an adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah. Singkat dan menarik yang mengena dalam jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun majaz mursal.[8]
            Dari beberapa pengertian diatas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa Amsal Al-qur’an suatu perumpamaan atau ungkapan-ungkapan dengan gaya yang indah yang diberikan oleh Allah swt melalui Al-qur’an berapa ungkapan yang singkat, jelas dan padat untuk dijadikan sebagai teladan yang baik dalam rangka meningkatkan iman kita kepada Allah swt.
B. Bentuk-bentuk Amtsal dalam Al-Qur’an
            Adapun orang pertama yang menyusun ilmu Amsal ialah Syaikh Abdurrahman Muhammad bin Husain An-Naisaburi, kemudian Imam Abu Hasan bin ‘Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Ibnu Kayyim Al-Jauziyah dan Imam Jalaluddin As-Syuti.[9]
Menurut Manna’ Al-Qattan dalam kitabnya (mabahisu fii ulumul Qur’an)                   Amsal Al-qur’an tebagi tiga macam, Amsal musarrahah, Amsal kaminah dan Amsal mursalah.[10]                        
1. Amsal musarrahah
            Amsal musarrahah ialah yang didalamnya dengan lafazh masal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan).Amsal ini seperti banyak ditemukan dalam Al-qur’an, dan berikut ini beberapa diantaranya :
a. Tentang orang munafik;
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=ydsŒ ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß žw tbrçŽÅÇö6ムÇÊÐÈ BL༠íNõ3ç/ ÒôJãã öNßgsù Ÿw tbqãèÅ_ötƒ ÇÊÑÈ ÷rr& 5=ÍhŠ|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmŠÏù ×M»uKè=àß Óôãuur ×-öt/ur tbqè=yèøgs ÷LàiyèÎ6»|¹r& þÎû NÍkÍX#sŒ#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# uxtn ÏNöqyJø9$# 4 ª!$#ur 8ÝŠÏtèC tûï̍Ïÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ ßŠ%s3tƒ ä-÷Žy9ø9$# ß#sÜøƒs öNèdt»|Áö/r& ( !$yJ¯=ä. uä!$|Êr& Nßgs9 (#öqt±¨B ÏmŠÏù !#sŒÎ)ur zNn=øßr& öNÍköŽn=tæ (#qãB$s% 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# |=yds%s! öNÎgÏèôJ|¡Î/ öNÏd̍»|Áö/r&ur 4 žcÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇËÉÈ

            Perumpamaan (masal)mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allalah menghilangkan cahaya (yang menyirani) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tili, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (kejalan yang benar) .atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, gurah dan kilat…sampai dengan Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”. (Al-Baqarah:17-20).[11]   

            Didalam ayat-ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (masal) bagi orang munafik. Masal yang berkenan dengan api. Karena didalam api terdapat unsur cahaya. dan masal yang berkenan dengan air (ma’i) atau seperti) orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit…”karena didalam air terdapat materi kehidupan dan wahyu yang turun dari langit bermaksud untuk menerangi hati dan menghidupkannya. Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua keadaan. Disatu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan, mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun di sisi Islam tidak memberikan pengaruh “Nur-nya terhadap hati mrereka. Karena Allah menghilangkan cahaya (nur) yang ada dakam api itu, “Allah menghilangkan cahaya (yang menyirani) mereka dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
            Mengenai masal mereka yang berkenan dengan air (ma;i) Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga bahwa qur’an dengan segala peringatan, perintah larangan dan kitabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun sambar menyambar.
b. Allah juga menyebutkan dua macam masal air, (ma’i) dan api (nar), misalnya Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang menggembleng. Dan dari (benda) yang mereka lebur dalam api. Untuk di buat perhiasan dan barang-barang keperluan lain. Terdapat pula buih seperti itu. Begitulah Allah membuat perumpamaan kebenaran dan kepalsuan. Adapun buah itu bilang bagai barang yang tiada berharga, sedang apa yang berguna kepada manusia tinggal tetap di muka bumi. Demikian Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.[12] (Ar-Rad (13): 17).
            Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk kehidupan hati diserupakan dengan air hujan yang diturunkan untuk kehidupan di bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Dan hati diserupakan dengan lembah. Arus air yang mengalir di lembah, membawa buih dan sampah. Begitupula hidayah dan jika bila mengalir di hati akan berpengaruh terhadap nafsu sahwat, dengan menghilangkannya. Inilah matsal ma’i dalam firman-nya,” dia telah menurunkan air hujan dari langit….”
            Demikianlah Allah membuat masal bagi yang hak dan yang bathil.
2. Amtsal kaminah /tersembunyi
            Amsal kaminah ialah perumpamaan yang tidak disebutkan dengan jelas lafazh tamsil, tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam reaksinya singkat padat, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.[13] Contohnya :
a. Ayat-ayat yang senada dengan ungkapan “sebaik-baik perkara adalah yang tidak berlebihan, adil, dan seimbang.” yaitu:
   Contoh QS. Al-Baqarah (2) : 68
( 4 tA$s$pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ÖÚÍ$sù Ÿwur íõ3Î/ 8b#uqtã šú÷üt/ y7Ï9ºsŒ
Sapi betina yang tidak tua dan tidak mudah : pertengahan antara itu…….
b. Ayat yang senada dengan ungkapan “orang yang mendengar itu tidak sama dengan  yang menyaksikannya sendiri.”
   Contoh QS. Al-Baqarah (2): 260
ø ( tA$s% öNs9urr& `ÏB÷sè? ( tA$s% 4n?t/ `Å3»s9ur £`ͳyJôÜuŠÏj9 ÓÉ<ù=s% (
             Allah berfirman : Apakah kamu belum percaya? “Ibrahim menjawab: “aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku bertambah tetap hati saya  (dengan imanku)”  
c. Ayat yang senada dengan ungkapan “seperti yang kamu telah lakukan, maka seperti itu kamu akan di balas.”                         
   Contoh QS. An-Nisa (4) 123
}§øŠ©9 öNä3ÍhÏR$tBr'Î/ Iwur ÇcÎT$tBr& È@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# 3 `tB ö@yJ÷ètƒ #[äþqß tøgä ¾ÏmÎ/ Ÿwur ôÅgs ¼çms9 `ÏB Èbrߊ «!$# $wŠÏ9ur Ÿwur #ZŽÅÁtR ÇÊËÌÈ

            “Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.

d. Ayat yang senada dengan ungkapan “orang mukmin tidak akan masuk dua kali lubang yang sama.”
   Contoh QS. Yusuf (12) 64
tA$s% ö@yd öNä3ãYtB#uä Ïmøn=tã žwÎ) !$yJŸ2 öNä3çGYÏBr& #n?tã ÏmÅzr& `ÏB ã@ö6s% ( ª!$$sù îŽöyz $ZàÏÿ»ym ( uqèdur ãNymör& tûüÏH¿qº§9$# ÇÏÍÈ
            “Bagaimana aku mempercayakannya (bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepadamu dahulu.”

3. Amtsal Mursalah / ungkapan bebas
            Mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan dengan lafazh tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai masal.
            Secara selintas, ciri utamanya adalah sama dengan ciri utama peribahasa ungkapan atau kalimatnya ringkas, berisikan perbandingan, perumpamaan, nasehat, perinsip hidup, atau aturan tingkah laku.
            Ada beberapa contoh:
ö@è% @@à2 ã@yJ÷ètƒ 4n?tã ¾ÏmÏFn=Ï.$x© öNä3š/tsù ãNn=÷ær& ô`yJÎ/ uqèd 3y÷dr& WxÎ6y ÇÑÍÈ
            Katakanlah: “tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (Al-Isra’: 84

            Menurut Al-Qutbi, ayat di atas berfungsi sebagai Amsal yang membandingkan antara sikap orang yang istiqamah dengan orang yang tidak punya pendirian.[14]                                                                                                                                  Menurut Al-Qutubi Amsal Al-qur’an  terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
1)Amsal Al-Kissah; seperti perumpamaan yang ada relevansinya dengan hal-hgal yang gaib yang sulit dijangkau oleh akal manusia. Dengannya, Allah menggambarkan dalam bentuk kisah, agar mudah dipahami oleh manusia. Misalnya, dalam QS Ar-Ra’ad, 13:35.
* ã@sW¨B Ïp¨Yyfø9$# ÓÉL©9$# yÏããr tbqà)­GßJø9$# ( ̍øgrB `ÏB $uhÏGøtrB ㍻pk÷XF{$# ( $ygè=à2é& ÒOͬ!#yŠ $yg=Ïßur 4 y7ù=Ï? Ót<ø)ãã šúïÏ%©!$# (#qs)¨?$# ( _q<ø)ãã¨r tûï͍Ïÿ»s3ø9$# â$¨Y9$# ÇÌÎÈ
            Perumpamaan syurga yang di janjikan kepada orang-orang yang taqwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (QS Ar-Ra’ad: 35).
2) Amsal lil Hal; yaitu perumpamaan dalam bentuk menggambarkan keadaan sesuatu (atau manusia) dengan yang lainnya. seperti dalam QS Al-Baqarah, (2)17.
öNßgè=sVtB È@sVyJx. Ï%©!$# ys%öqtGó$# #Y$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr& $tB ¼ã&s!öqym |=ydsŒ ª!$# öNÏdÍqãZÎ/ öNßgx.ts?ur Îû ;M»yJè=àß žw tbrçŽÅÇö6ムÇÊÐÈ
            Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (Yng menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS Al-Baqaragh:17)

3). Amsal Al-Wasfi; yaitu perumpamaan yang menggambarkan sifat yang di serupakannya itu. Seperti dalam QS An-Nahl, 16:60
tûïÏ%©#Ï9 Ÿw tbqãZÏB÷sムÍotÅzFy$$Î/ ã@sWtB Ïäöq¡¡9$# ( ¬!ur ã@sVyJø9$# 4n?ôãF{$# 4 uqèdur âƒÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÏÉÈ
            Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang maha tinggi; dan di-alah yang maha perkasa lagi mnaha bijaksana (QS An-Nahl:60

4) Amsal Al-I’tibar: yaitu perumpamaan yang menunjukkan sifat ketakjubkan terhadap sesuatu. Misalnya penggambaran kekuasaan Allah dan kebesaranya dalam menciptakan mulai dari makhluk terkecil sampai kepada yang terbesar. Firmannya dalam QS Az-Zukhruf, 43: 59.
÷bÎ) uqèd žwÎ) îö7tã $uZôJyè÷Rr& Ïmøn=tã çm»oYù=yèy_ur WxsWtB ûÓÍ_t6Ïj9 Ÿ@ƒÏäÂtóÎ) ÇÎÒÈ
            Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk bani Israil. (QS. Az-Zukhruf,59).

         Menurut Al-Qurtubi, ayat di atas menjelaskan tentang bukti kekuasaan Allah yang telah menciptakan ‘Isa a.s. (tanpa ayah, kemudian di berikan kepadanya mukjizat berupa menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit belang dan penyakit buta) dimana tak satu makhluk pun yang dapat menandingi terlebih lagi membuat ciptaan serupa dengan-nya.[15]                      
            Para Ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka namakan Amsal mursalah ini, apa atau bagaimana hukum mempergunakannya sebagai matsal? Dalam uraian ini ada dua pendapat:
a. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang mempergunakan amtsal mursalah telah keluar dari adab Al-qur’an. Alasannya adalah karena Allah menurunkan Al-qur’an bukan untuk dijadikan masal tetapi untuk direnungkan dan di amalkan isi kandungannya. Salah satu contoh Amsal mursalah dalam Al-qur’an yang menjadi kontraversi dalam penggunan Amsal mursalah adalah ayat yang berbunyi:
لكم دينكم ولي دين
“Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
            Ayat ini dapat di jadikan sebagai matsal ketika mereka saling meninggalkan satu sama lain (karena berselisih), padahal ini tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan Al-qur’an bukan untuk dijadikan masal, tetapi untuk direnungkan dan kemudian diamalkan isi kandungannya.”[16]
b. Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak ada halangan bila seorang mempergunakan qur’an sebagai matsal dalam keadaan sungguh-sungguh. Misalnya ada seorang di ajak untuk mengikuti ajaraanya, maka ia bisa menjawab                              bagimu agamamu bagiku agamaku.
C. Faedah dan Hikmah Amsal dalam Al-qur’an
            Dalam Al-qur’an terdapat beberapa ayat yang bisa dijadikan petunjuk mengenai apa paedah dan kegunaan Amsal itu, diantaranya al-Hasyr (59); 21 supaya manusia berfikir, Al-Ankabut (29): 43, orang-orang berilmu menggunakan akal untuk menganalisisnya, dan Al-Zumar (39): 27 supaya manusia bersikir ada kesamaan yang bisa terlihat dalam ayat itu  yaitu bahwa Amsal itu untuk manusia.  Kemudian terlihat pula tiga fungsi jiwa manusia yang terkait dengan Amsal yaitu,  yatafakkar,  ya’qil dan  yatasakkar ini menunjukkan saat-saat tertentu. Manusia berfikir. Amsal yang terdapat dalam Al-qur’an bisa menjadi sasaran pemikirannya. Disaat lain Amsal bisa menjadi sasaran analisis atau bahan untuk analisis. Dan disaat lain lagi Amsal membimbing seeorang berzikir.[17]
            Berikut ini di paparkan beberapa riwayat dan pendapat Ulama yang menjelaskan keutamaan Amsal Al-qur’an :
            Pertama, riwayat yang diceritakan oleh Imam Al-Baihaqi dari Abu Hurairah yang berkata, “Rasulullah Saw. Bersabda, ‘sesungguhnya Al-qur’an itu turun dengan lima kandungan (pokok), yaitu: halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan Amsal. Maka, kerjakan yang halal, jauhilah yang haram, ikuti yang muhkam, yakinilah yang mutasyabih, serta ambillah pelajaran dari Amsal (perumpamaan-perumpamaan).”[18]
            Kedua, pendapat Al-Mawardi yang berkata,” diantara ilmu Al-qur’an yang terbesar adalah ilmu Amsal-nya. Sayangnya, banyak manusia yang lalai dengan Al-qur’an karena sibuk dengan Amsal dan lupa dengan al-matsulat (objek perumpamaan). Pada hal, perumpamaan tanpa pelaku bagaikan kuda tanpa kendali, atau seperti unta tanpa tali kekang.” Lebih dari itu, ulama lainnya mengungkapkan bahwa Imam Al-Syafi’I menganggap Amsal sebagai salah satu ilmu Al-qur’an yang wajib di ketahui oleh seorang mujtahid. Dia mengatakan bahwa seorang mujtahid harus memahami Amsal dalam Al-qur’an. Sebab, hal itu akan semakin mempertegas keharusan untuk menaati-nya dan menjauhi maksiat kepada-nya.
            Ketiga, pendapat Syaikh ‘Izuddin ibn ‘Abd Al-Salam yang berkata, “sesungguhnya Allah Swt. Membuat perumpamaan dalam Al-Qur’an sebagai  pengingat dan nasehat (tadzkiran wa wa’zha ). Adapun perumpamaan yang mengandung perbedaan pahala, kehancuran amal perbuaan, pujian, celaan, atau apa pun yang sejenisnya menunjukkan adanya penetapan beberapa hukum (ahkam).”
            Al-Qattan menunjukkan beberapa faedah Amsal Al-qur’an di maksudkan untuk memudahkan penggunaanya; yaitu:
1. menampilkan sesuatu yang ma’qul (abstrak) kedalam bentuk yang konkrik sehingga dapat dirasakan atau mudah dihayati oleh manusia. Misalnya Allah membuat Amsal bagi keadaan orang yang memanfaatkan harta dengan riya’ seperti Amsal pada QS. Al-Baqarah (2) : 264
$# ( ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. Ab#uqøÿ|¹ Ïmøn=tã Ò>#tè? ¼çmt/$|¹r'sù ×@Î/#ur ¼çmŸ2uŽtIsù #V$ù#|¹ ( žw šcrâÏø)tƒ 4n?tã &äóÓx« $£JÏiB (#qç7|¡Ÿ2 3 ª!$#ur Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇËÏÍÈ

Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah)
2. mengungkapkan hakekat-hakekat sesuatu yang tidak nampak seakan-akan sesuatu yang tampak atau teransparansi menadikan yang gaib seakan langsung dapat disaksikan. Seperti Amsal pada QS. Al-Baqarah (2) :275
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$#b§yJø9$# 
            Mereka yang memakan (mengambil riba) tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan penyakit gila).

3. menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat, seperti Amsal kaminah dan amsal mursalah  dalam ayat-ayat di atas.
4. mendorong orang yang diberi masal untuk berbuat sesuai dengan isi masal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Seperti Amsal QS. Al-Baqarah (2) 261

ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ
“perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh) orang-orang tyang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupah dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang kehendaki. Dan Allah maha luas lagi maha mengetahui.”[19]

Dan adapun hikmah dari konsep uslub amsal /perumpamaan yang di tuangkan oleh Allah swt. Dalam kitab suci-nya, adalah:
1.Dengan menggunakan perumpamaan bentuk konkrit, para pendengar dan pembaca Al- qur’an akan merasakan seolah-olah pesan yang di sampaikan Al-qur’an itu terlihat secara langsung. Oleh karena itu makna Amsal dalam Al-qur’an dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang di maksudkan dan membuat akal merasa puas dengannya.
2. Amsal Al-qur’an terkandung suatu ‘ibrah atau pembelajaran yang mengantar manusia kepada kesempurnaan kemanusiaannya. Maka barang siapa berfikir akan perumpamaan yang Allah swt. Sebutkan dalam kitabnya, maka sungguh menjadi orang yang ‘alim, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hasyr, 59:21
öqs9 $uZø9tRr& #x»yd tb#uäöà)ø9$# 4n?tã 9@t6y_ ¼çmtF÷ƒr&t©9 $Yèϱ»yz %YæÏd|ÁtFB ô`ÏiB ÏpuŠô±yz «!$# 4 šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $pkæ5ÎŽôØtR Ĩ$¨Z=Ï9 óOßg¯=yès9 šcr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ
            Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (QS. Al-Hasyr: 21)

3. Hidup di dunia ini adalah pilihan. Allah swt. Membuat semacam perumpamaan dengan konsep amsal untuk menunjukkan kepada kita akan sebuah pilihan yang terbaik bahwa betapa meruginya orang yang mengikuti hawa nafsunya untuk mengingkari perintah  dan larangannya. Seperti kehidupan yang telah dialami umat-umat terdahulu, baik dalam hubungannya dengan sifat-sifat baik maupun yang buruk, di maksudkan sebagai cerminan bagi kehidupan umat manusia secara umum, khususnya umat Islam, hendaknya membaca, menghayati dan mentadabbur kandungannya yang simbolik, sebagai pelajaran yang amat berharga menuju insan kaffah bi makarim al-Akhlak             
            Jadi mengenai ciri Amsal secara khusus dan terperinci belum di temukan dalam kitab-kitab Ulumul qur’an. Namun, dari beberapa keterangan yang ada, penulis dapat merumuskan beberapa ciri Amsal. Pertama,  Amsal mengandung penjelasan atas makna yang samar atau abstrak sehingga menjadi jelas, konkret, dan berkesan. Kedua, Amsal memiliki kesajajaran antara situasi-kondisi perumpamaan yang dimaksud dan padanannya. Ketiga, ada keseimbangan (tawazun) antara perumpamaan dan keadaan yang dianalogikan.     

BAB III
KESIMPULAN
            Berdasarkan urain di atas, maka penulis mengangkat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Amsal Al-qur’an adalah suatu perumpamaan atau ungkapan-ungkapan dengan gaya yang indah yang di berikan oleh Allah swt melalui Al-qur’an berapa ungkapan yang singkat, jelas dan padat untuk dijadikan sebagai teladan yang baik dalam rangka meningkatkan iman kita kepada Allah swt.
  2. Dalam memahami Amsal ada tiga yaitu: Amsal musarrahah, Amsal kaminah, dan Amsal mursalah.
  3. Amsal Al-qur’an menunjukkan beberapa faedah untuk memudahkan penggunaannya yaitu: menunjukkan sesuatu yang ma’qul kedalam bentuk yang konkrit sehingga dapat dirasakan atau mudah dihayati oleh manusia, mengungkapkan hakekat-hakekat dan mengemukakan sesuatu yang tidak tampak seakan-akan tampak atau transparansi menjadikan yang gaib seakan langsung dapat disaksikan, memberi motivasi hal-hal yang disenangi.
     

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalil Mahabuis fi Ulumul Al-Qur’an, Cairo; MaktabahWahbah,1997
…………, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet. III; Bogor; Pustaka litera Antar Nusa 1996
Dahlan, Abd Rahman, Kaidah-Kaidah Penafsiran al-Qur’an Di susun berdasarkan Al- Qawaid Al-Hisan li Tafsir al-Qur’an li As-Sa’di, Cet.II; Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
Darmawati, Risalah: Amsal al-Qur’an al- Karim (Dirasah Tahliliyah Balaghiyah), Makassar: Fakultas Adab UIN Alauddin, 2001  
Al-Qattan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Cet. III; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008
Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Al-Qur’an, Cet.I; Jakarta:Dana Bhakti Prima Yasa,1998
Fahruddin, Ensiklopedia AL-Qur’an Cet. III; Jakarta: Rineka Cipta 1992
Mardan, Al-Qur’an: Sebuah pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh, Cet. I; Jakarta: Pustaka Mapan,2009.  
Jalaluddin, Al-Syuti, Al-Itqam fi Ulum Al-Qur’an, Jas II; Bairut, Dar Al-Fikr,t.th
Munawir Warison, Ahmad, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya, pustaka Progressid 1997
Syadili, Ahmad, Ulumul Al-Qur’an, Cet. I; Bandung: Pustaka setia, 1997
Kauma,Fuad, Tamsil al-Qur’an, Cet. II; Yokyakarta: Pustaka pelajar Offset, 2004
Izzan Ahmad, Ulumul Qur’an, Cet.III; Bandung: Tafakkur Humaniora, 2009
Alawi Al-Maliki, Ibn Muhammad, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet. I; Bandung: PT.  Mizan Pustaka, 2003.


[1] Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an Disusun Berdasarkan Al-Qawaid Al-Hisan li Tafsir al-Qur’an Li As-Sa’di, (Cet.II; Bandung: Penerbit Mizan, 1998), h. 156
[2] Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Pesan, Kesan, dan Cahayanya, (Cet.I; Bandung: Penerbit Mizan, 1996), h. 9 
[3] Abi ‘Abdillah Muhammad bin  ‘Ali Al-Hakim At-Turmuzi, Al-Amsal min Al-Kitab wa As-Sunnah, (Cet. I; BairutLibanon: Muassasah Al-Kutub As-Saqafiyyah, 1409 H)Alih bahasa dalam edisi Indonesia dengan judul, Perumpamaan-perumpamaan dalm al-Qur’an dan As-Sunnahi oleh Ibnu Ibrahim di tahiq oleh Mustafa ‘Abdul Qadir ‘Ata’. (Cet.I; Jakarta: Pustaka Azzam, 2000), h. 28      
1.Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Al-Qur’an, ( Cet.1;Jakarta:Dana Bhakti Prima Yasa 1998)
[5] Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Tebesar; (Cet. I; Yokyakarta: El Saq Press, 2005), h.234
[6] Nur Kholis Setiawan, op.cit., h. 236-237
[7] Syaikh Manna Al-Qaththan,  Studi-Studi Islam al-Qur’an (Cet.1II; Bogor Timur: Pustaka  litera Antar Nusa 1996). h. 40
[8] Ahmad Syadili. Ulumul Qur’an (Cet.1; Bandung:Pustaka Setia. 1997). H. 35
[9]  Ahmad Syadali, Ahmad Rafi’I, Ulumul Qur’an II, Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 35
[10] Manna Khalid al-Qattam,op cit.,44
[11] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu AL-Qur’an ( Cet.III; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008) h. 356
[12] Fahruddin, Ensiklopedia Al-Qur’an Jilid III (Cet.I; Jakarta: PT. Rineka Cipta.1992), h. 284
[13] Manna Al-Qaththan op.cit. h.358 
[14] Mardan, al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh, (Cet.1; Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), h.177
[15] Mardan, op.cit.,h. 180
[16] Ibid
[17] Jalaluddin Al-Syuti, Al-Itqam fi Ulum Al-Qur’an Jas I I, (Bairut Dar al-fikr,t.th
[18] Muhammad Ibnu Alawi Al-Maliki, Samudra Ilmi-ilmu Al-Qur’an (Cet. I; Bandung: PT Mizan Pustaka,2003), h.246
[19] Lihat Manna Al-Gathtan, op.cit., h.361

Tidak ada komentar: