Revisi Makalah
Aplikasi MetodeTahlili Dalam Fiqhi Al-Hadis
(Hadis Tentang Kedudukan Mujahid Dalam Islam)
Makalah ini disampaikan pada Seminar Mata Kuliah
Ulumul Hadis
Semester I Tahun Akademik 2009/2010
Oleh;
Abd
Chalid
NIM:
80100209001
Dosen
Pemandu:
Prof. DR. Hj. Andi Rasydiyanah
Prof. DR. H. Ambo Asse, M.Ag
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Hadis adalah sabda, perkataan, perbuatan, penetapan (taqrir)
yang bersumber dari Nabi Muhammad saw. Hadis tersebut merupakan sumber ajaran Islam yang
sangat penting kedudukannya di samping al-Qur’an. Dengan demikian, dalam
memahami dan mengamalkan ajaran Islam, diperlukan kajian yang cermat mengenai
hadis.
Studi hadis dari masa ke masa telah mengalami perkembang
yang pesat. Bermula dengan hanya berbentuk periwayatan secara umum pada masa
sahabat, lalu diadadakan pengumpulan dan pembukuan hadis oleh para hafiz.
Memahami hadis sangatlah penting dalam kaitannya sebagai
sumber hukum kedua dalam Islam. Namun memahami hadis bukanlah perkara mudah
karena studi hadis bukan hanya penetapan sahih dalam perspektif sanad. Tapi ada
pula aspek yang sangat penting bahkan lebih penting dari sanad yaitu memahami
matan hadis, karena matan hadislah yang diamalkan oleh ummat.
Pengkajian akan hadis pada umumnya berfokus pada segi wurud
dan dalalah-nya. Wurud, berkaitan dengan asal-usul hadis,
yakni apakah suatu hadis benar-benar berasal dari Nabi saw, atau tidak. Pada
gilirannya, melahirkan studi penelitian hadis, studi kritik sanad dan matan.
Tujuannya, menentukan kualitas hadis, apakah shahih, hasan, atau dhaif.
Sedangkan dalalah, berkaitan dengan makna yang ditunjukkan oleh suatu
hadis yang telah dinyatakan diterima berdasarkan penelitian atau studi kritik.
Substansi dalalh hadis inilah, tidak dapat dipisahkan dengan studi syarah
hadis, yakni mengurai kandungan hadis.[1]
Kalau ayat-ayat al-Qur’an ditafsir dengan berbagai ragam
metode, hadis-hadis Nabi saw pun dapat disyarah dengan berbagai metode. Dalam
hal ini, tafsir dilihat dari segi metodenya terdiri atas empat, yakni metode tahlili,
ijmali, muqarran dan maudhui. Keempat metode, juga diaplikasiakan
dalam mengkaji hadis.
Untuk fokusnya
pembahasan pada makalah ini, maka penulis akan membahas aplikasi metode tahlili
pada hadis tentang kedudukan mujahid
dalam Islam.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah sebenarnya
metode tahlili itu dalam Ulumul Hadis?
2.
Bagaimana
aplikasi syarah hadis tahlili dalam Ulumul Hadis ?
BAB II
PEMBAHASAN
- Sekilas tentang Metode Tahlili
Metode tahlili adalah metode analisa yang biasa
digunakan dalam ilmu tafsir untuk menginterpretasi ayat-ayat al-Qur’an. Metode
ini kemudian diadopsi oleh para pakar hadis dalam menginterpretasi hadis Nabi
saw. Dari segi bahasa, tahlili berarti menjelaskan setiap bagian dari suatu
jenis serta fungsinya masing-masing.[2]Sedangkan
defenisi terminologinya, metode tahlili adalah metode yang mengurai kosa kata
dan lafadz, menjelaskan apa yangh diistinbatkan dan mengaitkan antara satu sama
lain dengan merujuk aspek historis dan nash-nash yang lain.[3]
Dari defenisi tersebut, penulis bisa menyimpulkan bahwa
metode tahlili pada kitab hadis adalah metode dengan menjelaskan makna kosa
kata dan kalimat pada suatu hadis, menghubungkan dengan nash-nash baik itu
dengan al-Qur’an maupun dengan hadis-hadis lainnya dengan merujuk pada asbabul
wurud.
- Aplikasi Metode Tahlili dalam Fiqhi al-Hadis
- Judul Hadis
Untuk mengetahui aplikasi metode tahlili, penulis memilih judul hadis
yang disyarah yaitu tentang Kedudukan Mujahid Dalam Islam.
- Sanad, Matan dan Mukharrij Hadis
Pada makalah ini,penulis memberikan tanda bahwa yamg termasuk sanad
pada hadis ini adalah lafadz yang diberi garis bawah, matan adalah lafadz yang diberi
tanda dengan huruf tebal sedangkan mukharrij adalah lafadz yang terletak dalam
tanda kurung.
وحدثني
زهير بن حرب حدثنا جرير عن عمارة وهو ابن القعقاع عن أبي زرعة عن أبي هريرة
قال قال رسول الله صلى اللهم عليه وسلم تضمن الله لمن خرج في سبيله لا يخرجه
إلا جهاد في سبيلي وإيمانا بي وتصديقا برسلي فهو علي ضامن أن أدخله الجنة أو أرجعه
إلى مسكنه الذي خرج منه نائلا ما نال من أجر أو غنيمة والذي نفس محمد بيده ما من
كلم يكلم في سبيل الله إلا جاء يوم القيامة كهيئته حين كلم لونه لون دم وريحه مسك
والذي نفس محمد بيده لولا أن يشق على المسلمين ما قعدت خلاف سرية تغزو في سبيل
الله أبدا ولكن لا أجد سعة فأحملهم ولا يجدون سعة ويشق عليهم أن يتخلفوا عني والذي
نفس محمد بيده لوددت أني أغزو في سبيل الله فأقتل ثم أغزو فأقتل ثم أغزو فأقتل و
حدثناه أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا حدثنا ابن فضيل عن عمارة بهذا الإسنا .(رواه مسلم)[4]
Terjemahan:
“…Dari
Abi Hurairah RA. Dari Nabi saw. bersabda “Allah akan menanggung orang yang
keluar di jalan Allah hanya untuk berjihad di jalanku (Allah), beriman kepadaku
dan membenarkan rasulku, maka dia akan dijamin untuk dimasukkan ke dalam surga atau
kembali ke rumahnya dalam keadaan memperoleh pahala atau ghanimah (harta
rampasan). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, tak satupun luka yang
diperoleh di jalan Allah, kecuali datang pada hari kiamat sebagaimana
keadaannya ketika dilukai. Warnanya adalah warna darah, wanginya seharum misik
(minyak wangi). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya seandainya tidak
memberatkan terhadap orang Islam saya tidak akan duduk dibelakang pasukan (tidak
ikut) berperang di jalan Allah selamanya akan tetapi saya tidak mampu (fisik
dan materi) untuk membawa mereka (perang) dan mereka juga tidak akan mampu
bahkan mereka akan merasa berat untuk diam (tidak ikut saya dalam perang). Demi
jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya saya rindu untuk berperang di jalan Allah
lalu saya terbunuh (kata tersebut diulangi tiga kali).
- Kualitas/ Kedudukan Hadis
Semua perawi hadits tersebut di atas tsiqah,
mulai dari Abu Hurairah, Abu Zur’ah, “Umarah bin al-Qa’qa’, Jarir bin Abd
Humaid dan Zuhair bin Harb, sehingga
bisa dipastikan hadis tersebut shahih. Apa lagi
hadis tersebut didukung oleh riwayat lain sebagai berikut:
1.
Dengan
teks yang sama panjangnya terdapat dalam Sunan Ibnu Majah kitab al-Jihad
bab Fadhl al-Jihad fi Sabilillah, Jilid 2: 920.
2.
Dengan
teks yang sama tapi hanya sampai pada lafal غنيمة terdapat dalam beberapa kitab, antara lain dalam Sunan al-Nasa’y kitab
al-Iman wa Syara’ihu bab al-Jihad dan Musnad Ahmad sebanyak
tiga kali
3.
Dengak menggunakan
lafal انتدب الله bukan تضمن
الله terdapat dalam Shahih al-Bukhari dalam
kitab al-Iman bab al-Jihad min al-Iman jilid 1:22, Sunan
al-Nasa’y dua kali yaitu dalam kitab al-Jihad
bab Ma Takaffalallah…3:12 dan kitab al-Iman
wa Syara’ihu bab al-Jihad jilid 6:536 serta dalam Musnad Ahmad sebanyak
3 kali Jilid 2: 384 dan 399.
4.
Dengan
menggunakan lafal تكفل الله (bukan kedua
lafal di atas) terdapat dalam Shahih al-Bukhari berulang 3 kali yaitu
dalam kitab Fardh al-Khams bab Qaul al-Nabiy “Uhillat lakum al-Ghanaim”,
al-Tauhid bab Qaulhi ta’ala “Walaqad Sabaqat Kalimatuna…” dan bab
Qaulihi ta’ala “Qul law Kana al-Bahr Midada al-Kalimat…”, Shahih
Muslim satu kali dalam kitab al-Imarah bab Fadhl al-Jihad
Jilid 3: 1496, Sunan al-Nasa’y sekali dalam kitab al-Jihad bab Ma
Takaffalallah…3:12, Muwattha’ Malik sekali dalam kitab al-Jihad bab
al-Targhib fi al-Jihad, Jilid 2: 443 dan Sunan al-Darimy juga
sekali kitab al-Jihad bab Fadhl al-Jihad jilid 2:263.
- Perawi Hadis
Pada makalah ini penulis menguraikan riwayat hidup 2 di
antara perawi hadis di atas, yaitu:
- Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah salah satu sahabat yang
paling banyak meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah saw. Mengenai nama aslinya
dan nama ayahnya, para sejarawan beragam komentar. Di antara mereka ada yang mengatakan
Abd Rahman bin Shahar dan ada pula yang mengatakan Abd Rahman bin Ghanam,
bahkan ada yang menyebut namanya dengan nama Abdullah, Sakin, Amir, Barir dan
masih banyak lagi nama-nama yang lain.[5]
Namun yang paling masyhur adalah Abd Rahman bin Sakhar al-Dawsy (salah satu
kabilah di Yaman), sedangkan nama Islam yang diberikan Rasulullah sebagai pengganti
nama jahiliyahnya adalah Abd Syams bin Sakhar. Kemudian Rasulullah memberinya
gelar dengan Abu Hurairah pada saat Rasulullah melihat Abu Hurairah membawa
kucing dan pada akhirnya Abu Hurairahlah yang lebih dikenal dibanding nama
aslinya.
Abu Hurairah masuk Islam pada tahun
ke-7 hijriyah yaitu pada tahun perang khabar dan meninggal dunia pada tahun 57
H. di al-Aqiq menurut pendapat yang paling kuat. Dia juga dikenal
sebagai pemimpin ahl al-Shuffah (para sahabat yang menghuni masjid
Nabawi). Dan dialah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Menurut Baqi
bin Mukhallad sebanyak 5374 buah hadis yang dia riwayatkan. Dia mengambil hadis
dari sekitar 800 sahabat, bahkan al-Bukhari meriwayatkan sekitar 93 hadis
darinya sementara Imam Muslim meriwayatkan sekitar 189 hadis darinya.[6]
Dan dia juga termasuk sahabat yang mendapatkan doa khusus dari Rasulullah yaitu
doa agar dapat menghapal semua apa yang didengarnya sebagaimana yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan al-Turmudzi dalam kitab mereka.[7]
Diantara guru-gurunya adalah
Rasulullah sendiri dan sahabat-sahabat senior seperti khulafa’ al-rasyidin, sepuluh
sahabat yang dijamin masuk surga, Aisyah dan lain-lain. Sementara
murud-muridnya antara lain dari kalangan sahabat seperti Anas bin Malik, Jabir
bin Abdullah, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat junior, sedangkan dari
kalangan tabi’in antara lain adalah Hasan al-Bashry, Said bin Musayyib, Atha’
bin Abi Rabah, Ibnu Syihab al-Zuhry dan lain-lain.
- Abu Zur’ah
Nama sebenarnya adalah
Abdulah bin Abdul Karim, seorang hafidh besar yang terkenal, teman temannya
mengakui kelebihannya dalam ilmu hadits, Abu Zur’ah seorang penghapal hadits
dan seorang yang mendhabitkannya.
Diriwayatkan oleh
al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatu Ulumil Hadits, bahwa diwaktu Qutaibah bin
Sa’ad pergi ke Rai, penduduknya meminta kepadanya.agar mengeluarkan hadits,
Maka Qutaibah menolak dan berkata,” Apakah yang aku riwayatkan kepada kamu
sesudah majlisku dihadiri Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Ali ibn Mahdy, Abu
Bakar ibn Abi Syainah dan Abu Khuzaimah?”. Mereka berkata kepadanya : disini
ada seorang pemuda yang dapat menyebutkan segala apa yang telah anda riwayatkan
dari majlis ke majlis, maka Abu Zur’ah pun menyebut hadits satu per satu. Al-Hakim
menggolongkan beliau ini ke dalam golongan fuqaha hadits.Ia wafat pada tahun
264 H.[8]
- Pengertian Kosa Kata dan Frase
تضمن : Akar katanya adalah ض-
م-ن
yang berarti menjadikan sesuatu dalam kandungan/himpunan
sesuatu lain. Namun dalam hadis ini artinya adalah menjamin dengan cara
mewajibkan pada diri atas dasar memberi karunia dan memulyakan yang berarti menanggung
atau menjamin [9]
جهاد :
Berasal dari kata جهد yang berarti payah, usaha atau tenaga sehingga kata الجهاد jika dibaca fathah jimnya maka bermakna tanah tandus atau
keras sehingga dapat dikatakan جهاد adalah usaha kuat dan
keras atau mengarahkan seluruh daya dalam menghadapi apa saja[10]
sehingga dalam hadis ini, jihad adalah mengerahkan segala daya dalam
berperang.
إيمان
بي : Berasal dari kalimat أمن yang memiliki
dua arti yaitu amanah (dapat dipercaya, ketentraman hati) dan tasdiq
(pembenaran)[11]
dan maksud iman dalam hadis di atas adalah keyakinan dengan hati, pembenaran
dengan lisan dan pengaplikasian dengan fisik. Makna asli iman adalah keyakinan
dan pembenaran mantap yang tak tercampuri oleh keraguan atau kebimbangan.
وتصديق
برسلي : Maksud dari lafal ini adalah meyakini akan kebenaran para
utusan Allah yang mulya. Dan lafal ini juga mengandung dalil atau argumentasi
bahwa iman adalah sesuatu yang universal yang tidak dapat dipecah-pecah atau
dipereteli. Maka iman tidak akan sah hanya dengan beriman kepada sebagian kandungannya
sedangkan kandungan iman yang lain diingkari seperti beriman kepada Allah dan
mendustakan para rasul. [12]
ضامن :
Kata ضامن dalam hadis ini adalah menjadikan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah dalam jaminan dan tanggungan Rasulullah agar dimasukkan
ke dalam surga di akhirat kelak. Meskipun lafal ضامن dalam
bentuk isim fa’il namun maknanya dapat berarti isim maf’ul yakni orang yang
dijamin.
غنيمة :
Kata ini pada dasarnya menunjukkan arti memanfaatkan sesuatu yang tidak pernah
dimiliki sebelumnya. Namun dalam hadis ini, yang dimaksud dengan غنيمة adalah
harta yang diperoleh oleh para mujahid dari musuh-musuhnya dengan cara paksa
atau karena menang.
أجر :
adalah balasan bagi setiap amal, jamaknya adalah أجور atau إجارة sehingga
dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan أجر dalam
hadis ini adalah paha dari Allah swt yang akan diberikan dan dinikmati di akhirat
kelak.
نفس
محمد بيده : Kalimat ini
merupakan salah satu bentuk sumpah atas nama Allah, Dzat Yang Maha Suci lagi
Maha Pencipta, karena semua jiwa makhluk ada dalam genggaman-Nya. Dialah yang memiliki
hak penuh akan kehidupan dan kematian, penciptaan dan pengadaan.
كلم :
Kata yang terdiri dari ك-ل-م ini memiliki dua makna yaitu ucapan yang memahamkan dan
juga bermakna luka.[13] Dan
dalam hadis ini, makna yang dikehendaki adalah makna luka, maksudnya bahwa tak
satupun luka yang didapat dalam medan perang di jalan Allah kecuali luka itu
akan muncul di hari kiamat seperti semula, warnanya bagaikan warna darah dan
wanginya sewangi minyak kasturi.
يشق :
kata ini bermakna kesusahan,
kepayahan dan keberatan. Sebagaimana firman Allah (وما
أريد أن أشق عليك) “Maka aku tidak hendak memberatkan atau menyusahkan kamu”. Dan
dalam hadits juga dikatakan (لولا
أن أشق علي أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة) “Seandainya aku tidak
menyusahkan atau memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak
(sikat gigi) setiap mau shalat”.
خلاف
سرية : Lafal ini terdiri dari dua kata yaitu خلاف yang berarti belakang dan سرية yang berarti sekelompok pasukan atau satu kompi pasukan. Dari sini
dapat dipahami bahwa maksud lafal tersebut adalah Rasulullah tidak mau
ketinggalan dalam medan
perang, bahkan dia ingin keluar dan ikut serta dalam setiap perang bersama
kelompok atau kompi pasukan yang berjihad di jalan Allah.
سعة :
Arti dasarnya adalah keluasan, kemewahan dan kelapangan, akan tetapi yang
dimaksud dalam hadis ini adalah kekuatan,
kekuasaan dan harta yang cukup untuk menyiapkan pasukan dalam berjihad di jalan
Allah.
لوددت :
Kata ini berasal dari tiga huruf
yaitu و-د-د yang menunjukkan
arti suka, kasih, sayang, harap dan angan-angan sehingga maksudnya adalah saya
suka dan mengharap sekali.
أغزو :
Kata أغزو terdiri dari huruf غ-ز-و yang berarti mencari sesuatu, sukar membuahkan atau melahirkan
sehingga الغازى yaitu orang yang mencari dan susah
menghasilkan. Oleh karena itu, orang yang berperang dikatakan الغازى karena dia mencari ridha Allah namun harus melalui susah payah.
- Kandungan Hadits
Dengan bentuk yang mengagumkan ini, Rasulullah
memberikan gambaran tentang pahala atau balasan orang yang berperang atau
berjihad di jalan Allah yaitu mereka yang mengorbankan jiwa dan hartanya demi
mengangkat harkat dan martabat agama serta memuliakan kalimat Allah. Balasan
dan pahala apa yang lebih besar (dari pahala jihad ini) dan kedudukan apa yang
lebih tinggi melebihi kedudukan yang diperuntukkan Allah kepada orang-orang
yang berjihad di Jalan-Nya. Di mana Allah berfirman
wur ¨ûtù|¡øtrB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏFè% Îû È@Î6y «!$# $O?ºuqøBr& 4 ö@t/ íä!$uômr& yYÏã óOÎgÎn/u tbqè%yöã ÇÊÏÒÈ tûüÏmÌsù !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù tbrçųö;tGó¡our tûïÏ%©!$$Î/ öNs9 (#qà)ysù=t NÍkÍ5 ô`ÏiB öNÎgÏÿù=yz wr& ì$öqyz öNÍkön=tæ wur öNèd cqçRtóst ÇÊÐÉÈ
Artinya:
“Dan Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di
belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.(Q.S
Ali Imran:169- 170) .
Kehidupan itu adalah kehidupan abadi lagi kekal
selama-lamanya dalam surga keabadian dan singgasana kenikmatan. Kehidupan itu
hanyalah sebagian anugerah yang diberikan oleh Allah sebagai penghormatan
kepada para mujahid. Di samping itu, dalam kehidupan dunia, Allah telah menyiapkan
untuk mereka panggilan yang indah (nama yang harum) di mana nama-nama mereka
akan dikenang dalam daftar sejarah sepanjang zaman.
Mereka senantiasa hidup meskipun jasad telah tiada,
mereka senantiasa disebut dan dielukan oleh setiap bibir dan dicintai oleh
setiap hati. Dan inilah rahasia pelarangan Allah berkata bahwa para syuhada
(pahlawan yang gugur di medan
perang) telah mati/gugur karena sesungguhnya Allah mengabadikan nama baik
mereka. Anugerah dan kemulyaan itu sudah cukup menjadi sebuah penghormatan dan
kebanggaan bagi mereka.
Sungguh hadis Rasulullah telah menjelaskan bahwa Allah
telah menjamin surga bagi siapa saja yang berjihad di jalan Allah,
mengikhlaskan amal baiknya untuk Allah, beriman kepada Rasul-Nya, membenarkan
dan meyakini janji-janji-Nya. Pahala dan balasan yang besar ini hanya
diperuntukkan bagi mujahid yang menuntut penegakan kalimat Allah dan memulyakan
agama dibalik jihadnya. Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang yang
berperang karena nafsu belaka supaya dikenal bahwa dia pemberani, atau
berperang karena memperoleh materi (harta rampasan) atau berperang karena melindungi
keluarganya, maka Rasulullah menjawab dengan kalimat yang mengagumkan seperti
yang diriwayatkan darinya “Barang siapa yang berperang untuk menegakkan dan
mengangkat kalimat Allah maka dialah yang berperang di jalan Allah”. Bahkan
Rasulullah menutup hadisnya dengan sebuah sumpah bahwa seandainya bukan karena orang-orang
Islam akan mengalami kerumitan dan kesusahan dan seandainya bukan kerena kepayahan
yang akan menimpa orang-orang mukmin, maka Rasulullah tidak akan pernah
ketinggalan sedikitpun mengambil bagian dalam setiap perang. Akan tetapi karena
belas kasih sayangnyalah terhadap umatnya sehingga dia tidak turut serta dalam
setiap perang.
Rasulullah mengharap dan berangan-angan agar dia
terbunuh di jalan Allah kemudian hidup kembali kemudian berjihad dan terbunuh
dan begitulah seterusnya… karena dia tahu betapa besar pahala dan balasan bagi
syuhada di jalan Allah, maka hormatilah dan mulyakanlah setiap panglima dan
pemimpin. Betapa indah seorang sastrawan muslim berkebangsaan Turki seraya
berkata “Jika Anda tidak terbakar dan aku tidak terbakar maka dari mana
cahaya itu akan muncul?”.
Hadis di atas memberikan informasi tentang pentingnya
setiap muslim untuk berjihad di jalan Allah sebab apapun yang terjadi, apakah
menang atau kalah, semuanya akan mendapatkan balasan. Jika menang maka ada dua
balasan yang diperoleh yaitu balasan dunia berupa materi (harta rampasan) dan
pahala di akhirat nanti, namun jika kalah atau terbunuh maka juga akan mendapat
balasan yakni pahala dan mati syahid. Bahkan arwah mereka berada dalam surga.
Kalaupun tidak, mereka akan masuk surga bersama para al-sabiqin (orang
Islam awal) dan al-muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah)
tanpa hisab, tanpa adzab bahkan tanpa siksa karena dosa-dosanya sebab mati syahid-lah
yang menjadi penebus dan penghapus atas dosa-dosa yang telah dilakukannya
selama hidup.[14]
Adapun pengertian jihad menurut bahasa yaitu bermakna
mengerahkan seluruh kemampuan antara kedua belah pihak unuk saling
mempertahankan posisinya, meskipun hanya berdasarkan perkiraan saja. Kan makna
jihad menurut pengertian syara’, urf dan istilah adalah berperang di jalan Allah
dengan segala ketentuannya.[15]
Meskipun demikian, setiap muslim yang berjihad harus
mengetahui syarat-syarat atau kriteria agar perjuangannya dianggap jihad di
jalan Allah. Di antaranya adalah:
-
Perjuangannya murni untuk menegakkan kalimat
Allah
-
Beriman kepada Allah dan para rasul-Nya
-
Ikhlas karena
Allah dalam berjuang.
Hanya dengan cara ini, perjuangan seseorang bernilia ibadah
di sisi Allah swt dan berhak mendapatkan jaminan dan janji Allah swt.
Di antara pesan dan kesan yang dapat dipetik dari hadis
di atas antara lain:
-
Keutamaan
jihad dan mati syahid.
-
Jaminan
dan balasan bagi orang yang berjihad di jalan Allah, baik di dunia dengan
mendapatkan materi maupun di akhirat dengan pahala yang besar dan surga.
-
Pentingnya
iman dan ikhlas dalam setiap aktivitas.
-
Semua luka
yang didapat dalam berjihad akan menjadi saksi di akhirat kelak.
-
Boleh
bersumpah dengan memakai nama Allah, sifat atau apa saja yang mengarah
kepada-Nya.
-
Bukti belas
kasih dan kelembutan Rasulullah kepada umatnya
-
Mendahulukan
mashlahah yang paling penting di atas mashlahah yang lain.
-
Anjuran
untuk menjaga kasih sayang terhadap sesama muslim khususnya dan manusia pada
umumnya.
-
Berusaha
menghilangkan hal-hal yang tidak menyenangkan atau membebani orang lain.
-
Senantiasa
berharap memperoleh kebaikan dan mati syahid.
-
Anjuran
berangan-angan baik meskipun secara adat (biasanya) mustahil terjadi.
-
Jihad
hanya fardhu kifayah bukan fardhu ‘ain.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang
telah dipaparkan dalam pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Metode
tahlili pada kitab hadis adalah metode dengan menjelaskan makna kosa kata dan
kalimat pada suatu hadis, menghubungkan dengan nash-nash baik itu dengan
al-Qur’an maupun dengan hadis-hadis lainnya dengan merujuk pada asbabul wurud.
2.
Aplikasi metode tahlili melalui beberapa langkah,
yaitu, penetapan judul hadis, mengumpulkan sanad, matan dan mukharrij hadis
yang terkait dengan judul, kemudian menentukan kualitas atau kedudukan hadis, memberikan
pengertian baik dalam arti kosa kata
maupun frase serta menjelaskan kandungan hadis. Contoh
hadis yang diambil penulis tentang kedudukan mujahid dalam Islam adalah hadis
shahih dengan melihat para perawinya yang tsiqah.
B.
Saran-saran
Sebuah amanah yang
sangat besar ketika judul makalah tentang Apliklasi Metode Tahlili dalam Fiqhi
al-Hadis diberikan kepada penulis untuk dibahas dalam seminar mata kuliah
Ulumul Hadis, karena bagi penulis hal ini merupakan tugas yang berat dan
membutuhkan pemikiran serta tenaga yang luar biasa untuk bisa menyelesaikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Hasan, Zakariya, Ahmad bin Faris bin. Mu’jam
Maqayis al-Lughah. Bairut Lebanon:
Dar al-Fikr.
Abu al-Husain, al-Hajjaj, Muslim bin. Shahih
Muslim. Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996.
Abu Isa, Isa, Muhammad bin. Al-jami’ al-Shahih
Sunan al-Turmudzi. Bairut Lebanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1987.
al-Afriqy, Manzhur, Muhammad bin Mukrim bin. Lisan
al-Arab. Bairut Lebanon:
Dar Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996.
al-Atsqalany, Abu al-Fadhal, Hajar, Ahmad bin Ali
bin. Fath al-Bary. Bairut Lebanon:
Dar al-Ma’rifah, 1379.
Al-Bukhari, Abu Abdillah, Ismail, Muhammad bin. Shahih
Bukhari. Bairut Lebanon:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992.
Al-Darimy, Abd Rahman, Abdullah bin. Sunan
al-Darimy. Bairut Lebanon:
Dar al-Kutub al-Araby, 1407 H.
Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu
Zahrah, (13-01- 2010).
Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit, Cet IV;
Kairo: Maktabah al- Syuruq al-Dauliyah,
2004.
Al-Mizzy, Abu al-Hajjaj, al-Zaky bin, Yusuf. Tahdzib
al-Kamal. Bairut Lebanon: Muassasah al-Risalah, 1980.
al Munawar, H.S.
Agil Husain dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Cet
I; Semarang: Dina Utama,1994
Al-Mubarakfury, Abu al-‘Ala’ Muhammad, Abd Rahman
bin Abd Rahim. Tuhfah al-Ahwadzi Syarh. Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
Al-Nasa’i, Abu Abd Rahman, Syuiab, Ahmad bin. Sunan
al-Nasa’i. Halb: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, 1986.
Al-Nawawy, Syaraf, Yahya bin. Shahih Muslim bi
Syarh al-Nawawi. Bairut Lebanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M.
Al-Nawiy, Syamsuddin Ramadlan, Hukum Islam
seputar Jihad dan Mati Syahid, Cet. I; Surabaya: Fadillah Print,2006
Rasydiyanah, Andi,
“Kata Pengantar” dalam Machmud suyuti, Syarah Hadis-Hadis Kontroversial,
Cet.I; Makassar: Yapma, 2006.
Al-Suyuthi, Abu Abd Rahman…., Abd Rahman bin Abi
Bakr. Syarh al-Suyuthi ‘ala Sunan al-Nasa’i. Halb: Maktab al-Mathbu’ah
al-Islamiyah. 1986 M./1406 H.
Hambal, Ahmad bin. Musnad Ahmad. Bairut
Lebanon: Dar al-Fikr.
Harun, Muhammad, Abd Salam. Maqayis al-Lughah. Bairut
Lebanon:
Dar al-Fikr.
Ibnu Majah, Abu Abdillah. Sunan Ibnu Majah. Bairut
Lebanon: Dar al-Fikr.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta:
Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008.
Malik bin Anas. Muwattha’ Malik. Mesir: Dar
Ihya’ al-Turast al-Araby.
[1] Andi Rasydiyanah, “Kata Pengantar” dalam Machmud suyuti, Syarah
Hadis-Hadis Kontroversial, (Cet.I; Makassar: Yapma, 2006), H. i.
[2] Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit ( Cet IV;
Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, 2004), h. 194.
[3] H.S. Agil Husain al Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an
dan Metodologi Tafsir, (Cet I;Semarang: Dina Utama,1994), h. 36.
[4] Abu
al-Husain, Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar ‘Alam
al-Kutub, 1996) Jilid 3 hal. 1495.
[5] Abu al-Hajjaj Yusuf bin Zaky
al-Mizzy, Tahdzib al-Kamal (Bairut Lebanon: Muassasah al-Risalah, 1980)
Jilid 32, hal 463.
[6] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, cet ke-1, 2008), hal. 247 .
[7] Lebih lengkapnya lihat Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab
Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 hal. 56. Shahih Muslim kitab Fadhail
al-Shahabah bab Min Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 hal. 1939 dan Sunan
al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah bab Manaqib Abi
Hurairah Jilid 5, hal. 684.
[8] Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01-
2010).
[9] Abu al-Hasan Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis
al-Lughah, (Bairut Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 3 ,hal. 292.
[10] Muhammad bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-Arab (Bairut
Lebanon: Dar Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996) Jilid 3, hal.133.
[11] Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op.Cit. Jilid 1, hal. 138
[12] Muhammad Ali al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah. hal 170.
[13] Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op Cit. Jilid 5, hal 106.
[14] Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi (Bairut
Lebanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M) Jilid 13 hal. 19
[15] Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy, Hukum Islam seputar Jihad dan Mati
Syahid, (Cet. I;Surabaya:Fadillah Print,2006),h. 33.
[16] Faidah, pesan dan kesan yang dicatat dalam makalah ini diambil dan
disaring dari al-Muntaqy Syarh al-Muwattha’ Malik Jilid 3 hal 21,
Fath al-Bary Jilid 1 hal 58 Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim
Jilid 13 hal 19. Tuhfah al-Ahwadzi Syarh Sunan al-Turmudzi Jilid
5 hal 206 Syarh al-Suyuthi ‘ala Sunan al-Nasa’i Jilid 8 hal 117.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar