Daftar Pustaka

Selasa, 22 Februari 2011

Konsep al-Hikmah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Manusia diciptakan dimuka bumi sebagai khalifah. Oleh karena itu, manusia dilahirkan sebagai mahluk paedagogik ialah mahluk Allah yang membawa potensi yang dapat dididik dan mendidik. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakpan dan keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk yang mulia.[1]      
Al-Qur’an melihat pendidikan sebagai saran yang amat strategis dan ampuh dalam mengangkat harkat dan martabat manusia dari keterpurukannya sebagaimana dijumpai di Abad jahiliyyah. Hal ini dapat dipahami karena dengan pendidikan seseorang akan memiliki bekal untuk memasuki lapangan kerja, merebut berbagai kesempatan dan peluang yang menjanjikan masa depan, penuh percaya diri dan tidak diperalat oleh manusia lain.[2]
Dalam penyajian materi pendidikannya, al-Qur’an membuktikan kebenaran materi tersebut melalui pembuktian-pembuktian, baik dengan argumentasi-argumentasi yang dikemukakannya maupun yang dapat dibuktikan sendiri oleh manusia (peserta didik) melalui penalaran akalnya. Ini dianjurkan oleh al-Qur’an untuk dilakukan pada saat mengemukakan hakikat materi yang disajikan itu sehingga merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk membelanya. Hal ini ditemui pada saat permasalahan akidah atau kepercayaan, hukum, sejarah, dan sebagainya.[3]
Isi pendidikan Islam memiliki sejumlah karakteristik yang digali dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Yaitu iman, ilmu, amal, dan akhlak, serta sosial. Dengan kriteria tersebut pendidikan Islam yang lain ialah ilmu ilmiah, amaliah, moral dan sosial. Isi pendidikan Islam yang lain ialah ilmu pengetahuan, dimulai dengan keterampilan membaca dan menulis.[4]
Realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan Islam masih banyak peserta didik keilmuannya sangat tinggi namun prilakunya tidak sesuai keilmuan yang ia miliki hal ini disebabkan karena belum mampu menangkap sinyal-sinyal hikmah.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep al-Hikmah?.
2.      Bagaimana dalil-dalil al-Hikmah dan kandungan (surah Al-baqarah/2: 269, surah Al-Nisa/4: 113, surah al-Maidah/5: 110, surah Luqman/31: 12) dalam konteks pendidikan?.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep al-Hikmah.
Hikmah secara etimologi terambil dari kata  hakama. Kata yang menggunakan huruf ha, kaf, dan mim berkisar maknanya pada menghalangi. Seperti ‘hukum” yang berfungsi menghalangi terjadinya penganiayaan. Kendali bagi hewan mengarah kerah yang tidak diinginkan atau liar. Secara terminologi hikmah adalah sesuatu yang bila di gunakan, diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan, dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan.[5] Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Menurut kamus bahasa Arab, al-Hikmah mempunyai banyak arti. Diantaranya, kebijaksanaan, pendapat atau pikiran yang bagus, pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan, peribahasa (kata-kata bijak), dan al-Qur'anul karim.[6]
      Pakar tafsir al-Biqai menggarisbawahi bahwa al-Hikmah/al-Hakim harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya, sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu atau kira-kira, dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba. Imam al-Gazali memaknai al-Hikmah/al-Hakim dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama, ilmu yang paling utama dan wujud yang paling abadi dan tidak tergambar dalam benak (mengenal dirinya), tidak juga mengalami perubahan dalam pengetahuannya. Hanya dia juga yang mengetahui wujud yang paling mulia, karena hanya dia yang mengenal hakikat dzat, sifat dan perbuatannya.[7]
Menurut Prof DR. Hamka, al-Hikmah boleh diartikan mengetahui yang tersirat di belakang yang tersurat, memilih yang ghaib dari melihat yang nyata, mengetahui akan kepastian ujung karena telah melihat pangkal. Ahli hikmat melihat”cawang dilangit tanda panas, gabak dihutan tanda hujan, perasaan ahli hikmat adalah halus.[8]
B.     Dalil al-Hikmah dan Kandungannya (Surah al-Baqarah/2: 269, Surah An-Nisa/4: 113, Surah al-Maidah/5: 110, Dan Surah Luqman/47: 12) dalam konteks pendidikan Islam.
1.      Al-Baqarah/2 ayat 269.
ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Artinya:  
269.  Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).[9]
Ayat  menjelaskan bahwa Allah memberi hikmah dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, dan menjiwai empunya kepada siapa yang dikehendaki Allah. Dengan demikian, ia dapat membedakan antara hakikat dan pulasan, disamping mudah mengetahui antara godaan dan ilham (inspirasi). Ayat ini, ini juga memberi petunjuk agar menggunakal akal, yang merupakan perangkat manusia paling mulia. Siapa saja yang telah diberi taufik (pertolongan Allah) akan mengerti ilmu yang bermanfaat ini. Ia juga akan dituntun untuk oleh Allah menggunakan akalnya secara sehat dan diarahkan kejalan yang benar. Ini berarti, ia telah mendapatkan kebaikan dan akhirat. Berarti pula, ia mampu menundukkan kekuatan yang telah diciptakan Allah untuknya, seperti pendengaran, penglihatan, pemikiran, rasa dan citra untuk tujuan yang bermanfaat bagi didrinya. Ia juga bisa mempersiapkan untuk melaksanakan apa yang dikehendaki.
            Kemudian, ia diarahkan segala sesuatunya kepada Yang Maha menciptakan, yang hanya karena Allah ia ini ada, dan hanya kepada_Nya-lah ia akan kembali. Dengan demikian, ia tidak akan menyerah kepada godaan setan yang membujuknya. Bahkan jiwanya akan tetap kokoh menghadapi berbagai rintangan. Sebab, ia berkeyakinan bahwa segala sesuatu itu terjadi atas kodrat ilahi dan kehendaknya-Nya. Orang seperti ini, jiwanya akan merasa tenang, imannya tetap kokoh di dalam menghadapi segala kejadian dan peristiwa. Dan tidak akan bisa mengambil hakikat dari ilmu pengetahuan dan bisa terpengaruh oleh ilmu itu, hingga kehendaknya bisa dkendalikan dan tunduk kepada kemauannya, melainkan hanya orang-orang yang mempunyai akal dan jiwa luhur, yang mampu menyelami hakikat kenyataan yang di sebut Ulul al-Albab. Ulul al-bab yang artinya orang yang mampu memiliki akal murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit” yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. Yang memahami petunjuk-petunjuk Allah, merenungan ketetapan-ketetapan-Nya, serta melaksanakannya, itulah yang mendapat hikmah.[10]
            Dengan ilmu pengetahuan, mereka mampu memiliki hakikat kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, yang bisa membuat dirinya bahagia dalam kehidupan ini, sekaligus bisa meniti tangga kebahagiaan ukhrawi. [11] Ayat memberikan petunjuk dalam dunia pendidikan Islam bahwa peserta didik bukan hanya mampu membaca, menghafal, dan mengetahui, akan tetapi juga mampu memahami hikmah dibalik pengetahuan yang ia ketahui. Sehingga mencerdaskan kehidupan bangsa yang berakhlak mulia.
2.   Surah An-Nisa ayat 113.
Ÿwöqs9ur ã@ôÒsù «!$# y7øn=tã ¼çmçGuH÷quur M£Jolm; ×pxÿͬ!$©Û óOßg÷YÏiB cr& x8q=ÅÒム$tBur šcq=ÅÒムHwÎ) öNåk|¦àÿRr& ( $tBur štRrŽÛØo `ÏB &äóÓx« 4 tAtRr&ur ª!$# šøn=tã |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur šyJ©=tãur $tB öNs9 `ä3s? ãNn=÷ès? 4 šc%x.ur ã@ôÒsù «!$# y7øn=tã $VJŠÏàtã ÇÊÊÌÈ
Artinya: Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikit pun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.[12]          

            Dengan karunia Allah dan rahmatnya, Allah telah memalingkan orang jahat dan tamak untuk menyesatkan, sebab jika perhatian mereka tercurah kepada usaha mengaburkan anatara yang haq dengan yang batil pada seseorang serta menyimpangkannya dari yang haq, hal itu akan membutuhkan waktu untuk melawan mereka, menyingkapkan tipu dayanya dan membedakan antara yang haq dengan yang batil yang telah mereka baurkan, agar yang haq itu dapat diketahui dengan jelas. Dengan demikian, ia akan kehilangan waktu yang sangat dibutuhkan untuk mengerjakan hal-hal yang bermafaat. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memberian karunia dan rahmat-Nya kepada Nabi saw. Dengan menghindarkan tipu daya orang-orang yang jahat dan usaha mereka dalam memalingkan beliau dari jalan Allah. Sesungguhnya mereka tidak menyesatkan, kecuali dirinya sendiri, yaitu dengan berpaling dari jalan yang telah ditunjukkan oleh Islam. Dan mereka tidak dapat manusia dan dari mengikuti hawa nafsu di dalam menetapkan hukum mereka.[13]
            Thahir Ibn Asyur memahami karunia dan rahmat  yang diuraikan ayat ini adalah anugerah kitab suci al-Qur’an yang menjelaskan perincian kebenaran dalam upaya menatapkan hukum serts ishmah, yakni keterpeliharaan beliau dari kesalahan. Selanjutnya, kata berkeinginan keras dalam ayat ini menurutnya bukan dalam arti ada golongan yang berkeinginan keras untuk menyesatkan Rasul saw, apalagi benr-benar dalam kenyataan menyesatkan beliau, karena pengetahuan masyarakat umum baik yang kafir apalagi yang muslim tentang amanah dan kejujuran beliau menghalangi mereka melemparkan isu-isu negatif terhadap beliau sehingga tidak ada jalan bagi semua pihak, kecuali menyatakan yang benar menyangkut beliau.[14]
             Allah telah menurunkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah. Telah anda ketahui, bahwa al-Kitab adalah al-Qur’an, sedangkan al-Hikmah adalah pemahaman terhadap maksud dan rahasia agama, serta segi kecocokannya dengan fitrah dan kesesuainnya dengan sunnah-sunnah kemasyarakatan dan maslahat manusia disetiap masa dan tempat.[15]
            Dan Allah mengajarkan kepadamu apa yang belum ketahui dari al-Kitab dan Syari’at, terutama apa yang terkandung di dalam ayat-ayat ini berupa pengetahuan tentang hakikat peristiwa yang menjadi pangkal persengketaan antara sebagian kaum Muslimin dengan Yahudi. Sesungguhnya, karunia Allah kepadamu sanga besar, karena dia telah mengutusmu kepada seluruh ummat manusia, menjadikanmu sebagai penutup para Nabi, dan mengkhususkan dengan nikmat dan keistimewaan yang banyak. Oleh sebab itu, kamu wajib menjadi orang yang paling bersyukur kepada Allah, sebagaimana hal itu diwajibkan pula atas umatmu, agar menjadi sebaik-baik umat yang dikeluarkan kepada seluruh umat manusia sebagai suri teladan bagi umat-umat lain di dalam melakukan kebaikan.[16] Ayat ini memberikan petunjuk kepada dunia pendidikan Islam bahwa peserta didik di arahkan mengetahui dan memahami serta mengkaji ayat-ayat kauniyah dan kauliyah beserta hikmah dibalik kajian tersebut.
3.   Surah Al-Maidah Ayat 110.
øŒÎ) tA$s% ª!$# Ó|¤ŠÏè»tƒ tûøó$# zNtƒótB öà2øŒ$# ÓÉLyJ÷èÏR y7øn=tã 4n?tãur y7Ï?t$Î!ºur øŒÎ) š?­ƒr& ÇyrãÎ/ Ĩßà)ø9$# ÞOÏk=s3è? }¨$¨Y9$# Îû ÏôgyJø9$# WxôgŸ2ur ( øŒÎ)ur šçFôJ¯=tæ |=»tFÅ6ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur sp1uöq­G9$#ur Ÿ@ÅgUM}$#ur ( øŒÎ)ur ß,è=øƒrB z`ÏB ÈûüÏeÜ9$# Ïpt«øŠygx. ÎŽö©Ü9$# ÎTøŒÎ*Î/ ãàÿZtFsù $pkŽÏù ãbqä3tFsù #MŽösÛ ÎTøŒÎ*Î/ ( äÎŽö9è?ur tmyJò2F{$# šÝtö/F{$#ur ÎTøŒÎ*Î/ ( øŒÎ)ur ßl̍øƒéB 4tAöqyJø9$# ÎTøŒÎ*Î/ ( øŒÎ)ur àMøÿxÿŸ2 ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) šZtã øŒÎ) OßgtGø¤Å_ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ tA$s)sù tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. öNåk÷]ÏB ÷bÎ) !#x»yd žwÎ) ֍ósÅ ÑúüÎ7B ÇÊÊÉÈ
Artinya: (Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israel (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata."[17]
 
             Karena pertanyaan kepada para Rasul yang disinggung oleh ayat sebelumnya mengandung kecaman terhadap ummat yang membangkang rasulnya, sedang umat yang paling wajar mendapat kecaman adalah Bani Israil karena mereka telah memperlakukan para rasul yang tidak wajar, khususnya terhadap Isa yang dipertuhankan oleh kaum Nasrani atau dilecehkan oleh orang-orang Yahudi, adalah sangat wajar jika rasul yang dibicarakan sekaligus sekelumit contoh tentang terjadi pada saat dihimpunnya para rasul adalah kasus Isa as.[18]
             Nah, ketika itulah, Ayat ini mengingatkan kepada Isa dan ibunya bahwa ingatlah akan nikmat yang aku limpahkan kepadamu dan kepada ibumu, ketika aku menguatkan denhan ruhul-qudus dan menjadikanmu bias berkata kepada manusia sewaktu masih di dalam buaian untuk menyampaikan perkataan yang membebaskan ibumu dari tuduhan keji orang-orang berdosa, yang menolak bahwa dia mempunyai seorang anak tanpa suami yang menjadi bapaknya. Dan membuatmu bisa berbicara kepada mereka sesudah kamu dewasa, yaitu ketika mengutusmu kepada mereka sebagai Rasul yang menegakkan hujjah atas mereka karena sesat dari jalan yang lurus. Ingatlah akan nikmat yang aku limpahkan kepadamu, yaitu mengajarkanmu, memberkatimu untuk bias membaca al-Kitab, dan ilmu yang berguna bagimu di dalam agama, dan dunia, terutama Taurat dan Injil. Begitupula ingat akan nikmat yang aku limpahkan  kepadamu, ketika kamu menjadikan sepotong tanah berbentuk lengkap dengan organ-organ tubuhnya, lalu kamu meniupnya. Maka dengan izin penciptaan dari Allah, tanah itu menjadi burung yang sesungguhnya. Kamu hanya melakukan pengukuran dan meniup, sedang yang menjadikan burung itu adalah Allah. Firmannya “ dengan seizing-Ku” menunjukkan, bahwa al-Masih tidak diberi kekuatan ini terus menerus, seperti diberi kekuatan menjadikan sebab yang bersifat ruh, sebagaimana halnya sebab- sebab jasmaniah. Tanda ini, juga yang lainnya, terjadi tidak lain hanya karena izin dan penguatan dari Allah.[19]
            Ingatlah akan nikmat yang aku limpahkan kepadamu, ketika aku menghalangi Bani Israil, sehingga mereka tidak mampu membunuh dan menyalibkanmu. Bani israil, memang telah menghendaki pembunuhan itu. Orang kafir di antara mereka mengatakan, dia tidak lain hanyalah seorang tukang sihir, dan bukti-bukti yang dia bawa tidak lain hanyalah sihir yang nyata, buan dari jenis apa yang yang telah dibawa oleh Musa, apalagi menyerupai atau lebih dari itu.[20]
             Bermacam macam nikmat Allah kepada Nabi Isa yang disebutkan dalam ayat ini merupakan sindiran dan kecaman yang amt tajam sekali terhadap Bani Israil, atas sikap dan perbuatan mereka yang keji itu. Ayat ini menyingkap pula betapa besarnya kedengkian mereka terhadap orang yang memperoleh nikmat Allah. Ucapan mereka bahwa keterangan-keterangan yang disampaikan Nabi Isa kepada mereka adalah “sihir yang nyata” merupakan bukti kuat tentang sifat-sifat dengki mereka kepada Nabi Isa yang telah dipilih Allah sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Nikmat Allah kepada Nabi Isa yang disebutkan dalam ayat ini merupakan nikmat yang luar biasa, yang tidak diberikan Allah kepada nabi-nabi lain. [21] ayat ini menggambarkan tentang proses belajar mengajar bahwa pendidik bukan hanya mengajarkan pandai membaca akan tetapi mengajarkan pandai tulis-menulis.
4.   Surah Luqman ayat 12.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".[22]

            Ayat di atas menyatakan: Dan sesungguhnya Kami yang Maha perkasa dan bijaksana telah menganugrahkan dan mengajarkan juga mengilhami hikmah kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah, dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan barangsiapa yang kufur, yakni tidak bersyukur, maka yang merugi adalah dirinya sendiri. Dia sedikit pun tidak merugikan Allah, sebagaimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya, karena sesungguhnya Allah MahaKaya tidak butuh kepada apapun lagi Maha terpuji oleh makhluk di langit dan di bumi.[23] Ayat ini menggambarkan bahwa pendidik dan peserta didik agar selalu dan senatiasa bersyukur segala yang ia ketahui.     

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a.       Hikmah secara etimologi terambil dari kata  hakama. Kata yang menggunakan huruf ha, kaf, daSn mim berkisar maknanya pada menghalangi. Seperti ‘hukum” yang berfungsi menghalangi terjadinya penganiayaan. Kendali bagi hewan mengarah kerah yang tidak diinginkan atau liar. Secara terminologi hikmah adalah sesuatu yang bila di gunakan, diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan, dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan.
b.   Kandungan surah al-Baqarah ayat 269, Surah an-Nisa ayat 113, surah al-Maidah ayat 110, surah Luqman ayat 12 dalam konteks pendidikan yaitu  memberikan petunjuk dalam dunia pendidikan Islam bahwa peserta didik bukan hanya mampu membaca, menghafal, dan mengetahui, akan tetapi juga mampu memahami hikmah dibalik pengetahuan yang ia ketahui sehingga mencerdaskan kehidupan bangsa yang berakhlak mulia, peserta didik di arahkan mengetahui dan memahami serta mengkaji ayat-ayat kauniyah dan kauliyah beserta hikmah dibalik kajian tersebut, dan pendidik bukan hanya mengajarkan pandai membaca akan tetapi mengajarkan pandai tulis-menulis serta pendidik dan peserta didik agar selalu dan senatiasa bersyukur segala yang ia ketahui.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa,  Terjemah Tafsir Al-Maraghi,Juz III Cet. II; Semarang: Karya Toha Putra Semarang, 1993.

Daradjat, Zakiah,  Ilmu Pendidikan Islam I Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan tafsirnya, Jilid III (Cet III; Jakarta: Departemen Agama RI, 2009.

Fahruddin, Ahmad, Al-Qur’an Digital/Versi 2. 0, 2004.
Hamka, Tafsir Al-Azhar /Juz I Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
Herry Nur Ali, Suparta, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Cet. II; jakarta: Amiscoo, 2008.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawir/Arab-Indonesia Terlengkap Cet.XIV; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Cet. I; Jakarta Raja Grafindo Persada, 2002.
Shihab, Quraish, Ensiklopedia Al-Qur’an /Kaitannya Kosa Kata Cet. I; Jakarata: Lentera Hati, 2007 .
-------------------, Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an), volume I  Cet II; Jakarta: Lentera Hati, 2009.

------------------, Membumikan Al-Qur’an Cet. XVI; Bandung: Mizan, 2003.




KONSEP AL-HIKMAH
(al-Baqarah 2/269, an-Nisa 4/113, al-Maidah 5/10, Luqman 31/12)





Makalah
Disampaikan Pada Seminar Mata Kuliah Manhaj al-Mufassirin
Semester III Kelompok Qur’an Hadits 2 Program Pascasarjana
 UIN Alauddin Makassar

OLEH:
ABDUL GAFUR AMIN
        NIM: 80100209071

Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. M. Ghalib M, M. A.
Prof. Drs. H. M. Rafii Yunus, M. A, Ph.D.



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ALAUDDIN MAKASSAR
2011




[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam I (Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 16.
[2] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Cet. I; Jakarta Raja Grafindo Persada, 2002), h. 36.
[3] Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 2003), h. 175.
[4] Suparta, Herry Nur Ali, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Cet. II; jakarta: Amiscoo, 2008), h. 101.
[5] Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an /Kaitannya Kosa Kata (Cet. I; Jakarata: Lentera Hati, 2007), h. 274.
[6] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir/Arab-Indonesia Terlengkap (Cet.XIV; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.: 287).
[7] Quraish Shihab, Op Cit, h. 274.
[8] h. 53-54.

[9] Ahmad Fahruddin, dkk, Al-Qur’an Digital/Versi 2. 0 (2004), h. al-Baqarah 269.
[10]  Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an), volume I  (Cet II; Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 205.
[11] Ahmad Musthafa Al-Maraghi,  Terjemah Tafsir Al-Maraghi,Juz III (Cet. II; Semarang: Karya Toha Putra Semarang, 1993), h. 74-75
[12] Ahmad Fahruddin, Loc cit, h. an-Nisa 113
[13]  Ibid, h. 252
[14]  Quraish Shihab,  Op Cit,  h. 711
[15] Ahmad Musthafa Al-Maraghi,  Op Cit, h. 253.
[16] Ibid, h. 253
[17] Ahmad Fahruddin, Loc cit, h. al-Maidah 110.
[18]  Quraish Shihab,  Op Cit,  h. 287-289.
[19]  Ahmad Musthafa Al-Maraghi,  Terjemah Tafsir Al-Maraghi,Juz IV  (Cet. II; Semarang: Karya Toha Putra Semarang, 1993),  h. 90-91.

[20] Ibid, h. 92.
[21] Departemen Agama, Al-Qur’an dan tafsirnya, Jilid III (Cet III; Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), h. 50.
[22] Ahmad Fahruddin, Loc cit, h. Luqman 12.
[23] Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah /pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an, Volume X (Cet II; Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 291

Tidak ada komentar: