I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila siswa mencapai kompetensi yang diharapkan, karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan siswa dalam menguasai suatu materi. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan metode dan media yang tepat dan efektif. Karenanya, penguasaan terhadap metodologi pengajaran merupakan salah satu persyaratan bagi seorang tenaga pendidik yang profesional.[1]
Qur’an Hadis merupakan dua sumber hukum terpenting dalam Islam dan menjadi pijakan manusia dalam berinteraksi dalam kehidupan, baik sebagai individu maupun sosial. Dari Alquran dan hadis manusia mendasarkan aktifitas-aktifitas mereka dalam berbagai aspek berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir baik yang terkait dengan alam, hewan, tumbuhan, manusia, serta makhluk lain yang hidup di sekeliling mereka. Namun pada saat ini Qur’an Hadis merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa sekolah menengah.[2]
Hal ini disebabkan oleh banyaknya ayat-ayat Alquran dan matan (redaksi) yang memerlukan penghapalan, penelitian, pengamatan, dan analisis yang mendalam. Selain itu kebanyakan guru masih menyajikan pelajaran dengan kata-kata verbal dan cenderung menggunakan metode pembelajaran yang konvensional. Hal ini menimbulkan kesan bahwa pelajaran Qur’an Hadis menegangkan. Oleh karena itu, pembelajaran Qur’an Hadis harus dibuat lebih menarik dan menyenangkan. Untuk mewujudkan hal itu salah satunya diperlukan metode pembelajaran yang dapat mendukung situasi pembelajaran, agar pelajaran Qur’an Hadis menjadi menarik, mudah dipahami, dan menyenangkan.[3]
Metode pembelajaran Quantum Teaching merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat dipilih agar pembelajaran menjadi efektif, efisien, dan menyenangkan. Quantum Teaching atau yang juga dikenal dengan istilah pembelajaran quantum merupakan suatu metode pembelajaran yang telah diterapkan di banyak negara dan banyak mendapatkan pujian dari para pakar.[4]
Quantum Teaching, menurut De Porter, merupakan pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya yang berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas. Dengan adanya metode pembelajaran Quantum Teaching diharapkan situasi pembelajaran Qur’an Hadis yang menegangkan menjadi pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa lebih mudah mencapai kompetensi yang diharapkan.[5]
Dengan asas utama “bawalah dunia mereka ke dalam dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka” serta perancangan pembelajaran yang dinamis dengan kerangka TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) membuat proses pembelajaran tetap berpusat pada siswa dan guru sebatas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat memahami konsep Qur’an Hadis lebih mudah dan menyenangkan. Dengan kerangka TANDUR keaktifan siswa akan lebih ditingkatkan, membuat pelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa diajak untuk mengalami sendiri.[6]
Berdasarkan pembahasan di atas, pemakalah menyajikan tema perencanaan program pembelajaran Qur’an Hadis yang mengacu pada quantum teaching. Hal itu dapat dilihat pada rumusan makalah berikut ini.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi belajar, pembelajaran, dan Quantum Teaching?
2. Bagaimana perencanaan pembelajaran Quantum Teaching?
II. PEMBAHASAN
A. Definisi Belajar, Pembelajaran, dan Quantum Teacing
a) Definisi Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sejak lahir, manusia telah mulai melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan dan mengembangkan dirinya. Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar. Banyak sekali definisi belajar yang telah dikemukakan para ahli pendidikan. Dari beberapa definisi belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang terjadi secara terus-menerus sebagai akibat dari pengalaman atau latihan.[7]
Pembelajaran pada dasarnya merujuk pada dua kegiatan besar yaitu, pertama kegiatan mengajar dan kedua kegiatan belajar. Mengajar menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh guru dalam mengelola lingkungan pembelajaran agar berinteraksi dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun belajar menunjukkan pada aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Keduanya antara kegiatan guru mengajar dan siswa belajar menyatu dalam suatu aktivitas interaksi untuk terjadinya proses pembelajaran.[8]
Pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan.[9] Pembelajaran dapat terjadi sepanjang waktu, misalnya belajar sesuatu pada saat berjalan-jalan, melihat TV, berbicara dengan orang lain, atau hanya sekedar mengamati apa yang terjadi disekitar.
Ciri-ciri dan tujuan pembelajaran, menurut Darsono, dikemukakan sebagai berikut:
(1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
(2) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.
(3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa.
(4) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu/alat peraga yang tepat dan menarik.
(5) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa.
(6) Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis.[10]
Dari uraian di atas maka pemakalah mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh berbagai pengetahuan, keterampilan, nilai dan norma sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.
Hasil belajar memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui berbagai kegiatan belajar. Selanjutnya, dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Sudjana menegaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan Nasional, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.[11]
Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah hasil belajar pada ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Hasil belajar ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, yang dinyatakan dengan nilai yang diperoleh siswa setelah menempuh tes evaluasi pada pokok bahasan Qur’an Hadis.
Hasil belajar ranah kognitif terdiri dari 6 aspek, yaitu:
(1) Pengetahuan (knowledge) yaitu jenjang kemampuan mencakup pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan dan atau ingatan (rumus, batasan, definisi, istilah-istilah).
(2) Pemahaman, misalnya menghubungkan grafik dengan kejadian dan menghubungkan dua konsep yang berbeda.
(3) Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan menggunakan abstraksi yang berupa ide, rumus, teori ataupun prinsip-prinsip ke dalam situasi baru dan konkret.
(4) Analisis adalah usaha menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya.
(5) Sintesis adalah kemampuan menyatukan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk yang menyeluruh.
(6) Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan nilai tentang sesuatu berdasarkan pendapat dan pertimbangan yang dimiliki dan kriteria yang dipakai.
Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan sikap, minat emosi, perhatian, penghargaan dan pembentukan karakteristik diri. Hasil belajar afektif tampak dalam siswa dalam tingkah laku, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman serta hubungan sosial.
Ranah afektif, menurut David Karthwohl dalam Munaf, terdiri dari 5 aspek, yaitu:
(1) Penerimaan, yaitu penerimaan secara pasif terhadap masalah situasi, nilai dan keyakinan—contoh mendengarkan penjelasan guru.
(2) Jawaban, yaitu keinginan dan kesenangan menanggapi/merealisasikan sesuatu. Contoh menyerahkan laporan praktikum tepat waktu.
(3) Penilaian, yaitu berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau situasi tertentu—contoh bertanggung jawab terhadap alat-alat laboratorium.
(4) Organisasi, yaitu konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai.
(5) Karakteristik, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki siswa yang mempengaruhi pola kepribadian siswa.[12]
Hasil belajar ranah psikomotorik berhubungan dengan ketrampilan, kemampuan gerak dan bertindak. Psikomotorik biasanya diamati pada saat siswa melakukan praktikum/percobaan. Ranah psikomotorik, menurut Harrow dalam Munaf, terdiri dari 6 aspek, yaitu:
(1) Gerakan refleks, yaitu gerakan yang tidak disadari yang dimiliki sejak lahir.
(2) Ketrampilan gerakan-gerakan dasar, yaitu gerakan yang menuntut kepada ketrampilan yang sifatnya kompleks.
(3) Kemampuan perseptual, termasuk membedakan visual dan auditorial.
(4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.
(5) Gerakan-gerakan skill, yaitu dari ketrampilan sederhana sampai kompleks
(6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi, seperti gerakan ekspresif.[13]
b). Definisi Quantum Teaching
Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitas Supercamp. Quantum Teaching diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intellegence (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Ginder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Elemens of Effective Instruction (Hunter).[14]
Quantum Teaching merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi paket multisensori, multi-kecerdasan, dan kompatibel dengan otak, yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi.[15]
Sebagai sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis, dan mudah diterapkan, Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari hal-hal yang dicari, atau cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran yang dilakukan guru melalui perkembangan hubungan, penggubahan belajar, dan penyampaian kurikulum. Metodologi ini dibangun berdasarkan pengalaman delapan belas tahun dan penelitian terhadap 25000 siswa, dan sinergi pendapat dari ratusan guru.[16] Penulis menyimpulkan bahwa pengertian Quantum Teacing adalah sebuah metode yang cocok digunakan/terapkan pada mata pelajaran Qur’an Hadis karena metode ini dapat memberikan kenyamanan peserta didik dan guru dalam memberikan kreasi masing-masing.
B. Perencanaan Pembelajaran Quantum Teaching
Pembelajaran Qur’an Hadis dengan penerapan Quantum Teaching, menurut De Porter merupakan metode pembelajaran yang segar, praktis dan mudah diterapkan. Dengan Quantum Teaching menguraikan cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pangajaran melalui pengembangan hubungan dan penggubahan belajar.[17]
Dengan Quantum Teaching ada pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen pembelajaran. Interaksi tersebut mencapai pembelajaran Qur’an Hadis yang efektif yang dapat mempengaruhi siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang lain.[18]
Pendekatan yang dilakukan dalam Quantum Teaching adalah prinsip-prinsip dan teknik-teknik Quantum learning di ruang kelas. Dalam teknik Quantum Learning, proses pembelajaran diibaratkan sebagai sebuah konser musik, dimana ruang didesain dengan indah dan menyenangkan, guru seolah-olah sedang memimpin konser saat berada di ruang kelas. Guru memahami sekali bahwa setiap siswa mempunyai karakter masing-masing, karakter yang dimiliki siswa ini dapat dimanfaatkan untuk membawa siswa sukses dalam belajar. Quantum Teacing ini memiliki azas yaitu; “bawalah dunia mereka (siswa) ke dunia kita (guru) dan antarkan dunia kita (guru) ke dunia mereka (siswa)”. Maksudnya, seorang guru Qur’an Hadis harus membuat jembatan autentik memasuki kehidupan siswa sebagai langkah pertama. Jembatan autentik dapat diciptakan dengan cara mengaitkan apa yang akan guru ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan siswa sehari-hari (rumah, sosial, atletik, musik, seni, kreasi, akademis dan sebagainya).
Dalam pembelajaran Qur’an Hadis misalnya pada pokok bahasan isrof (berlebih-lebihan), contoh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu tentang proses melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan porsi. Setelah kaitan terbentuk guru dapat membawa siswa ke dunia guru dan di sinilah guru memberi siswa pemahaman tentang materi isrof terutama mengenai perbedaan perilaku sosial, berupa hubungan berlebihan dalam berperilaku dan kebahagian hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.[19] Dari azas tersebut di atas Quantum Teacing memiliki juga prinsip-prinsip sebagai berikut:
Kelima prinsip yang ada dalam Quantum Teaching ini terdapat pula dalam ajaran Islam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, bahwa prinsip segala sesuatu itu berbicara sebagaimana yang terdapat dalam Quantum Teaching juga ada dalam Islam. Menurut Islam bahwa segala sesuatu memiliki jiwa atau personalitas. Air, udara, tanah, gunung, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan lain sebagainya memiliki jiwa dan personalitas. Oleh karenanya semua itu harus diperlakukan secara baik dan diberikan hak hidupnya. Mereka harus dirawat, disayang, dipelihara, dan seterusnya, sehingga semuanya itu bersahabat dan memberi manfaat bagi manusia. Berkenaan dengan ini kita jumpai ayat Alquran yang artinya: “Sungguh Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan pikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu amat zalim dan bodoh” (QS.al-Ahzab [33]: 72). Ayat ini menunjukkan adanya pengakuan terhadap eksistensi makhluk lainnya selain manusia. Namun sayang, makhluk lain nya itu sungguh pun memiliki jiwa, namun kurang memiliki syarat untuk mengemban amanat. Itulah sebabnya amanat tersebut diserahkan kepada manusia.[20]
Kedua, bahwa prinsip yang ada dalam Quantum Teaching, yaitu bahwa segalanya bertujuan, adalah juga ada dalam ajaran Islam. Di dalam Alquran terdapat ayat yang artinya: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imran [3]: 191). Ayat ini berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang sikap orang-orang yang berakal yang mampu meneliti segala ciptaan Tuhan yang ada di langit dan bumi serta dalam pergantian waktu siang dan malam. Dengan berpegang pada prinsip ini, maka seorang yang berakal akan selalu meneliti rahasia, manfaat, dan hikmah yang terkandung dalam semua ciptaan Tuhan. Dengan cara demikian, selain orang tersebut akan menemukan berbagai teori di bidang ilmu pengetahuan (sains), juga semakin membawa dirinya dekat dengan Tuhan. Atas dasar ini, maka seluruh ciptaan Tuhan harus digunakan sebagai media untuk meningkatkan pengetahuan.
Ketiga, bahwa prinsip memberikan pengalaman sebelum pemberian nama sebagaimana terdapat dalam Quantum Teaching, juga sejalan dengan prinsip yang ada dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Islam, seseorang terlebih dahulu disuruh percaya kepada Allah, mengucapkan dua kalimah syahadat, melaksanakan salat, membaca Alquran, dan mempraktikkan ajaran Islam lainnya. Laksanakan dahulu semuanya itu, baru kemudian bertanya mengapa semuanya itu harus dilakukan. Dalam contoh mengajarkan Alquran, Nabi Muhammad saw. langsung disuruh membaca ayat yang dibawa oleh Jibril as. atas perintah Allah, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5. Setelah itu baru Nabi memahami ayat-ayat tersebut. Dalam kaitan ini maka metode mengajar membaca Alquran hendaknya dimulai langsung mengajak ana-anak mengulangi dan menirukan lafal ayat-ayat yang dibacakan oleh guru, dengan bacaan yang benar dan baik. Setelah itu baru diberikan penjelasan tentang bacaan tersebut melalui ilmu tajwid. Memberikan penjelasan terhadap sesuatu yang sudah dikuasai oleh si anak jauh lebih mantap dalam pengajaran, daripada dahulu mengemukakan teori yang sulit-sulit baru kemudian mempraktikkannya.
Keempat, bahwa prinsip yang terdapat dalam Quatum Teaching, yaitu akui setiap usaha, juga sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam ajaran Islam. Di dalam ajaran Islam terdapat predikat yang diberikan kepada seseorang yang didasarkan pada usahanya. Misalnya, bagi orang yang memercayai rukum iman dan hal-hal yang terkait dengannya disebut mukmin. Bagi yang melaksanakan ajaran Islam disebut muslim. Untuk orang yang bertakwa disebut muttaqin. Bagi orang yang berbuat baik disebut muhsin, dan seterusnya. Berbagai predikat yang demikian itu menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang yang menyandangnya. Dengan cara demikian, maka selain pengakuan terhadap eksistensi, juga akan menimbulkan kepuasan psikologis pada seseorang yang pada gilirannya akan menimbulkan etos kerja yang semakin meningkat.
Kelima, bahwa prinsip rayakan jika layak dirayakan sebagaimana terdapat dalam Quantum Teaching, juga terdapat dalam ajaran Islam. Prinsip ini sejalan dengan adanya berbagai upacara tradisi yang ada dalam Islam, seperti tradisi pemberian nama yang baik pada anak, menyembelih hewan aqiqah untuknya, dan menikahkannya apabila sudah dewasa, merupakan upaya merayakan yang di dalamnya mengadung unsur pengakuan terhadap keberadaan seseorang di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya dapat dilihat sebagai berikut:
a. Segalanya Berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas, bahasa tubuh guru (tatapan mata, gerakan tangan dan sebagainya), kertas yang dibagikan, rancangan pelajaran, alat bantu mengajar (penggaris, kapur berwarna), alat peraga atau demonstrasi tentang pokok bahasan Qur’an dan Hadis, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran Qur’an Hadis.
b. Segalanya Bertujuan
Pembelajaran yang dilakukan guru harus mempunyai tujuan, yaitu agar siswa mencapai kompetensi yang diharapkan yang nantinya dapat bermanfaat di kehidupan siswa.
c. Pengalaman Sebelum Pemberian Nama
Pembelajaran Qur’an Hadis yang baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi tentang ayat-ayat Alquran dan matan (redaksi) hadis melalui demonstrasi (dengan sterofoam, kertas karton, dan kain yang ditempel di dinding kelas) sebelum siswa memperoleh nama atau konsep yang akan dipelajari.
d. Pengakuan Setiap Usaha
Pada dasarnya semua orang senang diakui, karena pengakuan membuat kita merasa bangga, percaya diri dan bahagia. Penelitian mendukung konsep bahwa kemampuan siswa meningkat karena pengakuan guru. Dalam kajian Golden Wells (1986) dalam De Porter mengenai bahasa belajar anak-anak, dia mencatat:
“Jika anak-anak diharapkan melakukan transisi dengan mudah dan percaya diri, mereka haruslah mengalami lingkungan baru sekolah sebagai sesuatu yang menggairahkan dan menantang. Dalam lingkungan ini, sebagian besar usaha mereka harus berhasil dan mereka harus diakui sebagai diri mereka dan apa yang dapat mereka lakukan. Anak-anak yang merasa, atau dibuat merasa, tidak diterima atau tidak kompeten akan lambat memulihkan rasa percaya diri dan, akibatnya, kemampuan mereka untuk memanfaatkan kesempatan belajar diperbesar yang disediakan sekolah tersebut bahkan mungkin berkurang, dalam kasus ekstrim, rusak dan tidak dapat lagi diperbaiki.”[21]
Belajar Qur’an Hadis mengandung resiko, karena melangkah keluar dari kenyamanan. Oleh karena itu, siswa patut mendapatkan pengakuan atas kecakapan (dalam melakukan percobaan) dan kepercayaan diri siswa atas keberanian siswa mempresentasikan hasil percobaan di depan kelas. Semua usaha siswa harus diakui, tidak hanya usaha yang tepat, tapi juga proses belajar perorangan, karena dapat meningkatkan rasa percaya diri.
e. Qur’an Hadis Layak Dipelajari, maka Layak pula Dirayakan
Perayaan atau pemberian penguat akan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan peningkatan emosi positif, siswa terbebas dari ketegangan sehingga lebih semangat dalam pembelajaran Qur’an Hadis dan mengajarkan kepada siswa mengenai motivasi. Siswa akan menanti kegiatan belajar, sehingga pembelajaran siswa lebih dari sekedar mencapai nilai tertentu. Perayaan membangun keinginan untuk sukses.
Setelah selesai siswa melakukan percobaan dan mendemonstrasikan hasilnya maka guru memberikan aba-aba untuk bertepuk tangan bersama-sama atas hasil kerja siswa.
Belajar terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar dalam waktu bersamaan. Otak senantiasa dibanjiri stimulus dan memilih fokus tertentu. Lingkungan yang ditata untuk mendukung belajar dapat berkata “belajar itu hidup, segar, dan penuh semangat”, atau “datang dan jelajahilah”. Apa yang dikatakan lingkungan kelas dari cara poster ditempelkan di dinding, pengaturan bangku, penyusunan bahan pembelajaran, hingga tingkat kebersihan kelas semuanya berbicara.
a. Lingkungan Sekeliling
Guru dapat menggunakan alat peraga dalam pembelajaran untuk mengawali proses belajar dengan cara merangsang modalitas visual. Segala sesuatu dalam lingkungan kelas menyampaikan pesan yang memacu atau menghambat belajar.[22] Lingkungan pembelajaran perlu dikelola agar kondusif. Lingkungan ini tidak terbatas hanya pada lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan non fisik. Tentunya tidak dikehendaki lingkungan belajar yang amburadul, tetapi juga tidak sepi mencekam.
Memahami kaitan antara pandangan sekeliling dan otak dimanfaatkan untuk mengubah lingkungan belajar yang mendukung. Gerakan mata selama belajar dan berfikir terikat pada modalitas visual, auditorial dan kinestetik. Dengan kata lain, mata kita bergerak menurut cara otak mengakses informasi. Bola mata menggambarkan apa yang kita pikirkan, misalnya bergerak naik maka sedang menciptakan atau mengingat.
Ide yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1). Poster Afirmasi
Poster afirmasi merupakan poster yang digunakan untuk penguat seperti dialog internal, fungsinya untuk menguatkan keyakinan tentang belajar. Contoh poster yang digunakan berbunyi “Satu-satunya pertanyaan bodoh adalah pertanyaan yang tidak anda lontarkan”, “Tidak ada alasan untuk tidak menjadi hebat” dan lain sebagainya. Poster-poster tersebut ditempel di dinding kelas.
2). Warna
Otak berpikir dalam warna, fungsi dari warna untuk memperkuat pembelajaran guru, misalnya kapur berwarna digunakan untuk kata-kata penting, menggarisbawahi dan lain sebagainya.
b. Pengaturan Bangku
Sebagian besar ruang kelas, bangku siswa dapat disusun untuk mendukung tujuan pembelajaran yang diajarkan.
c. Aroma
Kaitan antara kelenjar penciuman dan sistem saraf otonom cukup kuat, apa yang kita cium memicu respon seperti kecemasan, kelaparan, ketegangan, atau depresi. Manusia dapat meningkatkan kemampuan berfikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat diberikan wangi bunga tertentu.[23] Daerah penciuman merupakan reseptor endofirin yang menyuruh tanggapan tubuh menjadi merasa senang dan nyaman, contohnya: mint, jeruk, dan mawar memberikan ketenangan dan relaksasi.
Kerangka rancangan pembelajaran Quantum Teaching dikenal dengan TANDUR. Langkah-langkah dalam Quantum Teaching yang mampu menggairahkan suasana belajar mengajar yang terdapat dalam istilah TANDUR, sebagaimana telah dijelaskan, juga sejalan dengan ajaran Islam. Langkah pertama, yaitu tumbuhkan minat. Hal ini sejalan dengan adanya niat dan tujuan yang harus ditanamkan sebelum melakukan suatu pekerjaan, yaitu niat ikhlas semata-mata karena Allah (lihat QS. al-Bayyinah: [98]: 5).
Langkah kedua, alami, yaitu memberikan pengalaman pada seseorang untuk melakukan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan pendidikan dengan pendidikan akhlak dan sopan santun yang harus dilakukan dengan membiasakan, seperti membiasakan berkata yang baik, menghormati kedua orang tua, mengerjakan salat, menolong orang lain, dan seterusnya.
Langkah ketiga, namai, yaitu berikan identitas atau nama bagi sesuatu yang ditemukan. Hal ini sejalan dengan apa yang diajarkan Tuhan kepada Nabi Adam as. mengenai nama-nama yang ada di alam ini, sebagaiamana Nabi Adam as. mengalaminya (lihat QS. al-Baqarah [2]: 31).
Langkah keempat, demonstrasikan, yakni menunjukkan apa yang telah dihasilkan. Hal ini sejalan dengan apa apa yang dilakukan Nabi Adam as. di hadapan para Malaikat ketika ia diminta oleh Tuhan mendemonstrasikan hasil didikan-Nya di hadapan para Malaikat (lihat QS. al-Baqarah [2]: 32).
Langkah kelima, ulangi, yakni tunjukkan apa yang telah diajarkan oleh guru agar betul-betul terlihat hasilnya dan lebih mantap. Hal ini sejalan dengan ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang sesuatu yang diulang-ulang dalam berbagai tempat dan tujuan agar lebih mantap.
Langkah keenam, rayakan, yakni berikan pengakuan. Hal ini sejalan dengan prinsip pemberian predikat kepada orang-orang sesuai dengan usahanya, sebagaimana telah dijelaskan di atas.Dengan kerangka ini diharapkan siswa menjadi tertarik dan berminat pada pelajaran, karena siswa mengalami pembelajaran, berlatih, menjadikan isi pelajaran yang nyata bagi siswa.
a. Tumbuhkan
Kegiatan ini bertujuan agar siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran, menciptakan jalinan dan kepemilikan bersama atau kemampuan saling memahami.
Strategi yang bisa dilakukan antara lain dengan memberikan pertanyaaan tuntunan seperti: hal apa yang siswa pahami? apa yang siswa setujui? apakah manfaatnya bagi-ku?
b. Alami
Kegiatan ini untuk memberikan pengalaman pada siswa dan memanfaatkan keingintahuan siswa.
Strategi yang dapat digunakan antara lain dengan cara memberikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk praktikum, dan kegiatan yang mengaktifkan pengetahuan yang sudah siswa miliki.
c. Namai
Fungsi dari penamaan untuk memberikan identitas, mengurutkan dan mendefinisikan apa yang telah guru ajarkan. Penamaan merupakan informasi, fakta, rumus, pemikiran, tempat dan saatnya guru untuk mengajarkan konsep, keterampilan berfikir, dan strategi belajar.
Strategi yang dapat digunakan untuk penamaan antara lain: susunan gambar, warna, alat bantu, kertas tulis dan poster di dinding.
d. Demonstrasikan
Kegiatan ini untuk memberikan siswa peluang menterjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka dalam pembelajaran. Demonstrasi memberikan kesempatan pada siswa untuk membuat kaitan, berlatih dan menunjukkan apa yang siswa ketahui.
Strategi yang dapat digunakan yaitu menampilkan hasil percobaan, penjabaran dalam grafik, permainan dan sebagainya.
e. Ulangi
Pengulangan berfungsi untuk memperkuat koneksi syaraf dengan materi yang telah diajarkan. Strategi yang dapat digunakan antara lain memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan pengetahuan siswa kepada siswa lain dan pengulangan bersama.
f. Rayakan
Perayaan memberikan rasa rampung dengan menghormati usaha, ketekunan dan kesuksesan.
Strategi yang dapat dilakukan misalnya: tepuk tangan, pengakuan kekuatan pujian (perkataan bagus), poster umum, catatan pribadi, kejutan, persekongkolan, pernyataan afirmasi atau pernyataan yang mendukung.
Salah satu indikator keberhasilan guru dalam pembelajaran adalah adanya perubahan hasil belajar (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang lebih baik setelah siswa mengalami proses pembelajaran. Untuk mencapai indikator tersebut guru perlu menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif serta pembelajaran yang didalamnya melibatkan keaktifan siswa. Melalui metode pembelajaran Quantum Teaching dengan kerangka TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan), siswa dilatih untuk kreatif dan aktif sehingga afektif dan psikomotorik siswa dapat berkembang.
Disamping itu fungsi perayaan didalam Quantum Teaching memungkinkan anggapan Quran Hadis sebagai pelajaran yang menegangkan dapat berubah menjadi pelajaran yang menyenangkan. Jika siswa berada dalam lingkungan pembelajaran yang kondusif serta suasana pembelajaran menyenangkan diharapkan siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan, sehingga hasil belajar kognitif siswa dapat optimal.
Dari kerangka konseptual tentang langkah-langkah pengajaran dalam Quantum Teaching tersebut terlihat adanya empat cirri sebagai berikut. Pertama, adanya unsur demokrasi dalam pengajaran. Hal ini terlihat bahwa dalam Quantum Teaching terdapat unsure kesempatan yang luas kepada seluruh para siswa untuk terlibat aktif dan partisipasi dalam tahapan-tahapan kajian terhadap suatu mata pelajaran.
Kedua, sebagai akibat dari ciri yang pertama, maka memungkinkan tergali dan terekspresikannya seluruh potensi dan bakat yang terdapat pada diri si anak.
Ketiga, adanya kepuasan pada diri si anak. Hal ini terlihat dari adanya pengakuan terhadap temuan dan kemampuan yang ditunjukkan oleh si anak secara proporsional.
Keempat, adanya unsure pemantapan dalam menguasai materi atau sesuatu keterampilan yang diajarkan. Hal ini terlihat dari adanya pengulangan terhadap sesuatu yang sudah dikuasai si anak.
Kelima, adanya unsur kemampuan pada seorang guru dalam merumuskan temuan yang dihasilkan si anak, dalam bentuk konsep, teori, model, dan sebagainya.
III. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pembelajaran Quran Hadis dengan metode Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan siswa pada setiap siklus. Pada siklus I hasil belajar kognitif dengan nilai rata-rata 56,49. Ketuntasan belajar yang dicapai 46%. Pada siklus II nilai rata-rata mengalami peningkatan menjadi 73,38 dengan ketuntasan belajar yang dicapai 92%. Dari lembar observasi diperoleh, ketuntasan hasil belajar afektif siklus I sebesar 67% dan siklus II ketuntasan belajar yang dicapai sebesar 89%. Ketuntasan hasil belajar psikomotorik pada siklus I sebesar 67%, sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar yang dicapai sebesar 86% (Skripsi: Sri Mulyani, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Pembelajaran dengan metode Quantum Teaching juga mendapat tanggapan yang sangat positif dari siswa, hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner siswa. Dari hasil kuesioner, diperoleh rata-rata kelas sebesar 34 yang berarti ketertarikan siswa tergolong sangat positif (Skripsi: Sri Mulyani, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).
2. Metode Quantum Teaching sangat tepat diterapkan di masa kini dan akan datang, baik untuk peningkatan hasil belajar siswa dan peningkatan kinerja guru sehingga proses belajar mengajar lebih bervariatif, menyenangkan, dan tidak monoton.
DAFTAR PUSTAKA
Bukhari, Mochtar, Pendidikan dan Pembangunan Cet. I; Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press, 1985.
Darsono Max., Belajar dan Pembelajaran Semarang: IKIP Semarang, 2004.
Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahanya, 1979.
De Porter, Bobbi, Quantum Teaching Cet. III: Bandung; Kaifa, 2000.
_____________, Quantum Learning Cet. II; Bandung: Kaifa, 2003.
Munaf, Syambari, Evaluasi Pendidikan Fisika Bandung: UPI, 2001.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, volume II Cet. II; Jakarta: UI Press, 1978.
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia Cet. II: Jakarta; Kencana, 2008.
____________, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Bandung: Rosdakarya, 2001.
Skripsi Sri Mulyani, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Quantum Teaching Pada Mata Pelajaran Quran Hadis Pada Kelas X Semester I MA PP Wahid Hasyim Yogyakarta Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006.
Sukirman, Dadang, Microteaching Cet. I; Jakarta: 2009.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam Cet I; Jakarta: Yayasan al-Hidayah, 1965.
Lampiran:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Nama Sekolah : MA PP WAHID HASYIM YOGYAKARTA
Kelas / Semester : XI / 1
Mata Pelajaran : Quran Hadis
Alokasi Waktu : 7 x 40
Standar Kompetensi : Mampu memahami dan menghayati kandunghan Alquran yang berkaitan dengan larangan berbuat kerusakan di muka bumi dan berlaku isrof (berlerbih-lebihan) serta meninggalkan segala apa yang Allah haramkan
Kompetensi Dasar :Siswa mampu mengidentifikasi perkara-perkara yang Allah haramkan berdasar Alquran
Tujuan Pembelajaran : Menjauhi perkara-perkara yang Allah haramkan
I. Indikator
· Membaca Alquran surat al-Isro 29-33 dan Ali Imron 180 dengan tartil.
· Menerjemahkan arti mufradat surat al isro 29-33 dan Ali Imron 180
· Menguraikan tafsir surat al-Isro 29-33 dan Ali Imron 180 dengan pemahaman yang benar.
· Menyimpulkan kandungan al-Isro 29-33 dan Ali Imron 180
II. Materi ajar : Al-Isro 29-33 dan Ali Imron 180
II. Metode Pembelajaran : Ceramah, tanya jawab, diskusi, dan studi pustaka
III. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan pertama
a. Kegiatan awal
-Guru mengkondisikan kelas
-Guru dan siswa membaca doa sebelum pembelajaran
-Guru mengabsen siswa
-Guru mengemukakan tujuan pembelajaran al-Isro 29-31
b. Kegiatan inti
-Guru melafalkan bacaan Alquran surat al-Isro 29-31 dengan tajwid makhroj yang baik dan benar
-Siswa menirukan lafal bacaan Alquran yang dibacakan oleh guru secara klasikal
-Guru memperhatikan bacaan siswa serta membetulkan apabila masih ada yang salah dalam melafalkannya
-Guru menganjurkan siswa untuk terus melafalkan bacaan Alquran dengan tajwid dan makhroj yang baik dan benar.
-Salah seorang siswa mendemonstrasikan bacaan Alquran dengan makhroj dan tajwid dengan baik dan benar.
-Guru menerjemahkan surat al-Isro 29-31 kata per kata
-Guru menerjemahkan makna surat al-Isro 29-31
-Guru memerintahkan salah satu untuk membaca uraian tafsir surat al-Isro 29-31 berdasar buku Aysar al-Tafasir sebagai kurikulum sekaligus menterjemahkannya
-Guru membetulkan bacaan siswa apabila diketemukan kesalahan dalam membaca atau menjelaskan kata yang tidak diketahui
-Guru menguraikan tafsir surat al-Isro 29-31dengan dukungan sumber tafsir lainnya
c. Kegiatan Akhir
- Guru menyimpulkan materi
- Guru memberitahukan pelajaran yang akan datang
- Guru menutup mengakhiri pelajaran dengan membaca doa
- Guru mengucapkan salam kepada para siswa sebelum keluar kelas dan siswa menjawab salam.
KREATIVITAS GURU DALAM PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN QUR’AN HADIS
Makalah Revisi
Dipresentasikan dalam Forum Seminar Pada Mata Kuliah Perencanaan Program Pembelajaran Qur’an Hadis Semister II Tahun Akademik 2010
Oleh : TAUFIQUR RAHMAN
NIM: 80100209118
Dosen Pemandu :
Prof. Dr. Hj. BAEGO ISHAK, M.A, M Ed
Prof. Dr. H. NASIR A. BAKI, M.A
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2010
[1] Mochtar Bukhari, Pendidikan dan Pembangunan (Cet. I; Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press, 1985), h. 24.
[2] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Cet I; Jakarta: Yayasan al-Hidayah, 1965), h. 65.
[3] Ibid., h. 66.
[4] Bobbi De Porter, Quantum Learning (Cet. II; Bandung: Kaifa, 2003), h. 34.
[6] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2008), h. 29.
[7] Lihat Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 1.
[8] Dadang Sukirman, Microteaching (Cet. I; Jakarta: 2009), h. 57.
[10] Max. Darsono, Belajar dan Pembelajaran (Semarang: IKIP Semarang, 2004), h. 25.
[11] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 22.
[12] Syambari Munaf, Evaluasi Pendidikan Fisika (Bandung: UPI, 2001), h. 76.
[13] Ibid., h. 77.
[14] Bobbi De Porter, Quantum Teaching, op. cit., h. 32.
[15] Abuddin Nata, op. cit., h. 29.
[16] Ibid.
[17] Bobbi De Porter, Quantum Teaching, op. cit., h. 4.
[18] Ibid., h. 5.
[19] Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, volume II (Cet. II; Jakarta: UI Press, 1978), h. 24.
[22] Ibid., h. 66.
[23] Ibid., h. 72.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar