Daftar Pustaka

Minggu, 06 Mei 2012

Al-Munasabah Fi al-Qur'an


AL-MUNASABAH Fi AL-QUR’AN
(Tinjauan Kemukjizatan Al-Qur’an dari Segi Bahasa)






Makalah
Dipersentasekan pada Seminar Mata Kuliah “ulumul qur’an”
Semester I, kel. I, TA. 2009/2010

Oleh
Abdul Muiz, Lc
nim: 80100209006
Dosen Pembimbing
Prof. Drs. H. Rafi’I Yunus, MA, Ph.D
Dr. H. Baharuddin, HS, M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA (S2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan secara sistematis dan teratur, baik dari segi penurunannya, maupun dari segi tata letak tekstualnya yang tersirat maupun yang tersurat. Oleh karenanya di dalam memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an, diperlukan pula ilmu-ilmu yang telah diatur secara sistematis oleh para ulama’ yang bergelut dibidang ilmu tafsir.
Al-Qur’an beda dengan kitab-kitab lain, hal ini karena kedudukannya sebagai kitab suci yang memiliki kemukjizatan yang luar biasa dibanding dengan kitab-kitab yang lain, secara garis besarnya kumukjizatan Al-Qur’an ini dapat di bagi menjadi 3 bahagian, yaitu:
1.      Kemukjizatan bahasa
2.      Kemukjizatan ilmiah
3.      Kemukjizatan syar’i[1]
Namun dalam hal ini penulis hanya ingin meninjau kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa, khususnya korelasi (munasabah) antara surah atau ayat yang satu dengan surah atau ayat yang lainnya.
Dalam hal ini untuk menemukan dan memahami munasabah Al-Qur’an tentunya membutuhkan alat (ilmu) yang khusus telah ditetapakan dan digunakan oleh para ulama’ tafsir, diantara disiplin ilmu yang diperlukan adalah ilmu yang menyangkut tentang tata bahasa arab, baik dari segi lafziah seperti, Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharf. Maupun dari segi maknawiah, seperti, Ilmu Balaghah, Ilmu Mantiq, Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’.  Tanpa menguasai disiplin ilmu tersebut kita tidak dapat memahami korelasi antara surah atau ayat yang satu dengan surah atau ayat yang lainnya, hal ini disebabkan karena Al-Qur’an adalah kitab suci yang ilmiah, yang tentunya membutuhkan metode untuk memahaminya secara ilmiah pula.[2]
B.     Rumusan Masalah
Beranjak dari latar belakang masalah yang telah penulis paparkan, maka terbentuklah rumusan masalah yang akan penulis bahas lebih lanjut mengenai :
1.      Bagaimana tinjauan munasabah menurut etimologi dan munasabah Al-Qur’an secara terminologinya?
2.      Bagaimana sikap Ulama’ dalam menilai ada atau tidak adanya munasabah dalam Al-Qur’an?
3.      Mengapa mesti terjadi munasabah Al-Qur’an?
4.      Bagaimana bentuk munasabah Al-Qur’an?



BAB II
PEMBAHASAN
A.       Munasabah Menurut Epistimologi dan Munasabah Al-Qur’an Menurut Terminologinya.
1.      Munasabah secara epistimogi adalah kedekatan, dikatakan si anu munasabah dengan si fulan artinya ia mendekati atau menyerupai si fulan it.[3]
2.      Munasabah  Al-Qur’an secara terminologi adalah "segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain, dalam satu ayat antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat atau antara satu surah dengan surah yang lain".[4]
Beranjak dari pengertian diatas kita dapat memhami bahwa ilmu munasabah Al-Qur’an ini membahas tentang hubungan antar satu ayat dengan ayat yang lain maupun satu surah dengan serah yang lain secara berentetan, pengetahuan tentang munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antar makna, mukjizat Qur’an secara retorik, kejelasan keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasanya. Hal ini telah di sinyalir dalam Al-Qur’an QS Hud ayat 1 :
الٓر‌ۚ كِتَـٰبٌ أُحۡكِمَتۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ ثُمَّ فُصِّلَتۡ مِن لَّدُنۡ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
Terjemahannya : “Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.”[5]
            Ayat diatas telah menjelaskan kepada kita bahwa Al-Qur’an telah disusun rapi oleh Allah secara sistematis baik dari segi textualnya maupun maknawiyahnya. Bagaikan rantai yang gelangnya tidak bisa di pisah dengan gelang yang lain.
Namun dalam memahami korelasi antar satu ayat dengan ayat yang lain atau antar surah dengan surah yang lain, tidak terlepas dari ilmu asbabu nuzul ayat karena peranananya dapat membantu kita dalam mengetahui dan memahami hubungan makna secara tepat yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Oleh sebab itu ayat yang tidak dibarengi dengan penjelasan asbabu nuzul, bisa dijelaskan dengan adanya relevansi ayat tersebut dengan ayat yang lain.[6]
            Melihat dan memahami penjelasan diatas, kita dapat mengerti bahwa korelasi yang terjadi di dalam Al-Qur’an dengan susunannya yang sistematis adalah bukti kemukjizatan Al-Qur’an yang tidak bisa di tandingi oleh makhluk manapun, inilah sebabnya mengapa sampai sekarang, tantangan Al-Qur’an belum terjawab, karena memang kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa ini sangat sempurna, bahkan kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa ini tidak terbatas hanya pada korelasinya saja akan tetapi masih banyak lagi kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa yang lebih menakjubkan lagi, sebab memang ilmu Al-Qur’an tidak memiliki batasan, sebab ia sangat luas.
B.     Pandangan Para Ulama’ Tentang Ada atau Tidak Adanya Munasabah Antara Satu Surah/Ayat dengan Surah/Ayat yang Lain.
Terdapat beberapa pendapat atau asumsi para ulama’ dalam menanggapi ada atau tidak adanya hubungan antara satu surah/ayat dengan satu surah/ayat yang lain dalam Al-Qur’an, diantaranya :
1.      Segolongan ulama’ berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an itu satu dengan yang lainnya tidak memiiiki korelasi antara ayat-ayat yang lain. Oleh karena ayat-ayat Al-Qur’an satu dengan yang lainnya di dalam surah-surah Al-Qur’an tidak dijadikan berbab-bab dan berpasal-pasal dan tidak teratur, oleh karena sering didapati di dalamnya berisi perintah dan di ayat lain berisi larangan, yang di antaranya sudah di selingi dengan ayat yang berisi qishas,  maka tidak mungkin ada korelasi antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya. Bahkan mereka berasumsi bahwa yang memperhubungkan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, adalah suatu perbuatan mempersulit diri.[7]
Contoh dalam QS Al-Baqarah ayat 114 dan 115:
وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَـٰجِدَ ٱللَّهِ أَن يُذۡكَرَ فِيہَا ٱسۡمُهُ ۥ وَسَعَىٰ فِى خَرَابِهَآ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ مَا كَانَ لَهُمۡ أَن يَدۡخُلُوهَآ إِلَّا خَآٮِٕفِينَ‌ۚ لَهُمۡ فِى ٱلدُّنۡيَا خِزۡىٌ۬ وَلَهُمۡ فِى ٱلۡأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ۬ ١١٤

Terjemahannya : “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat”[8]

وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُ‌ۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬ 
Terjemahannya : “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”[9]

Menurut mereka antara ayat 114 tidak ada kaitannya dengan ayat 115 karena pada ayat 114 dibahas tentang kelakuang kaum quraisy yang menghalangi orang-orang untuk menyebut nama Allah dan ingin merobohkan rumah Allah. Sedangkan di ayat 115 di jelaskan tentang, perintah menghadap kepada Allah.[10]
2.      Segolongan ulama’  diantaranya Muhammad ‘Izah dan Dr. shubi al-Shalih, berpendapat bahwa sebahagian besar  ayat/surah memiliki relevansi dengan ayat/surah yang lain[11]
3.      Segolongan besar ulama’ diantaranya Syeikh Bahanuddin Albaqa’i, Syekh Muhammah Abduh, Said Muhammad Rasyid Ridha, Imam Az-Zarkasy dan banyak lagi ulama’-ulama’ yang lain yang telah menyusun kitab-kitab ‘Ulumul Qur’an yang di dalamnya membahas tentang munasabah antara satu surah/ayat dengan surah/ayat yang lain. Berpendapat bahwa tiap-tiap surah/ayat yang ada didalam Al-Qur’an memiliki korelasi antara yang satu dengan yang lainnya, hal ini di karenakan letek tiap-tiap surah/ayat Al-Qur’an itu dari sejak diturunkan sudah diatur dan ditertibkan oleh Allah swt. Dan Nabi saw. Tinggal memerintahkan kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu diturunkan tentang letak dan tempatnya tiap-tiap ayat dan surah, maka sudah barang tentu perintah tersebut itu mengandung arti, bahwa tiap-tiap surah/ayat yang ada di dalam Al-Qur’an itu memiliki hubungan dengan yang lainnya, mereka juga mengatakan bahwa walaupu pada lahirnya ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak teratur dan tidak tersusun, tetapi pada hakekatnya sangat tersusun dan rapi.[12] Untuk contoh pada pendapat yang ke tiga ini dapat dilihat pada pembahasan bentuk-bentuk munasabah Al-Qur’an.
Setelah melirik beberapa pandangan para ulama’ tentang munasbah Al-Qur’an maka sebagai penulis yang mesti menentukan sikap melihat dari berbagai argument di atas maka penulis lebih condong sependapat pada golongan ke tiga, bahwa semua surah/ayat yang ada didalam Al-Qur’an memiliki korelasi, relevansi atau munasabah antara surah/ayat yang lain. Karena melihat berabagai kitab-kitab Uluml Qur’an yang di dalamnya membahas khusus tentang munasabah Al-Qur’an, diantaranya Abu Ja’far Ahmad bin Ibrahim ibnuz Zubair al-Andalusi an-Nahwi al-Hafiz, kitabnya berjudul Al-Burhan fi Munasabati tartibi Suwaril Qur’an. Dan Syaikh Burhanuddin Al-Baqa’I yang kitabnya berjudul Nuzumu Durar fi Tanasubil Ayat was Suwar.[13]
C.    Faedah atau Hikmah dalam Mengetahui Munasabah Surah-Surah/Ayat-Ayat dalam Al-Qur’an.
Telah penulis jelaskan terdahulu bahwa salah satu mukjizat terbesar Al-Qur’an adalah tinjauan bahasanya dan salah satu bentuknya adalah terdapatnya korelasi antara satu surah/ayat dengan surah/ayat yang lain, untuk lebih jelasnya lagi penulis akan mengemukakan pandangan para ulama’ tentang faedah atau hikmah yang dikandung Al-Qur’an dengan adanya munasabah antara surah/ayat yang ada didalam Al-Qur’an, diantaranya :
1.      Az-Zarkasyi menyebutkan : manfaatnya ialah menjadikan bagian pembicaraan yang berkaitan dengan sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunan yang amat kokoh.
2.     Qhadi Abu Bakar ibnul ‘Arabi menjelaskan : mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat-ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.
3.      Syaikh Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam : mengatakan munasabah/korelasi adalah ilmu yang baik, tetapi dalam menetapkan keterkaitan antar kata-kata secara baik it di syaratkan hanya dalam hal yang awal dengan akhirnya memang bersatu dan berkaitan. Sedang dalam hal yang mempunyai beberapa sebab berlainan, tidak di syaratkan adanya hubungan antara yang satu dengan yang lain.
4.      Sebagian mufassir telah menaruh perhatian besar untuk menjelaskan korelasi antara kalimat dengan kalimat, ayat dengan ayat atau surah dengan surah, dan mereka telah menyimpulkan segi-segi kesesuaian yang cermat. Hal itu disebabkan karena sebuah kalimat terkadang merupakan penguat terhadap kalimat sebelumnya, sebagai penjelasan, tafsiran atau sebagai komentar akhir.[14]
            Setelah melihat dan mencermati penjelasan para ulama’ tentang faedah atau hikmah munasabah Al-Qur’an, maka penulis dapat memahami bahwa mengetahui munasabah antara surah/ayat yang satu dengan surah/ayat yang lainnya adalah salah satu jalan yang sangat urgen dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an, karena dengan mengetahui hal tersebut maka kita dapat mengetahui maksud yang di kandung oleh surah/ayat dalam Al-Qur’an. Namun perlu penulis tegaskan bahwa untuk mengetahui ilmu munasabah tersebut tidak semudah membalik telapak tangan, hal ini membutuhkan proses yang sangat sulit dan membutuhkan beberapa penguasaan cabang-cabang ilmu, khususnya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ketata bahasaan, itulah sebabnya mengapa beberapa ulama’ memandang bahwa untuk mengetahui hal ini sangatlah sulit karena terkadang surah/ayat yang berada dalam suatu pembahaan bertolak belakang dengan surah/ayat yang lain. Namun ketika kita kembali kepada tujuan utama Al-Qur’an “litubayyinah innasi” sebagai janji Allah, maka tidak ada kata sulit untuk memahami makna Al-Qur’an, apabila kita bersungguh-sungguh untuk menuju kepada tujuan tersebut.
D.    Bentuk-Bentuk Munasabah dalam Al-Qur’an
            Dalam pembahasan ini penulis akan menjelasakan dari sisi mana saja Al-Qur’an memiliki korelasi/munasabah antara yang satu dengan yang lainnya. Stelah memperhatikan beberapa literatur-literatur/referensi yang ada, maka penulis dapat membagi munasabah Al-Qur’an itu kepada dua sisi, yaitu munasabah antara surah dengan surah yang lain dan munasabah antara ayat dengan ayat yang lain.
1.      Munasabah antara satu surah dengan surah yang lain
Oleh karena memandang peletakan surah dalam Al-Qur’an adalah masalah pelik yang menjadi perbedaan antara para ulama’, tentang apakah peletakan surah tersebut tauqifi ataukah ijtihadi, maka dalam masalah munasabah ini juga terjadi perbedaan pelik antara para ulama’, yang disebabkan karena masalah peletakan tempat surah tadi. Namun karena penulis melihat sebagian besar ulama’ memandang bahwa peletakan tempat surah tersebut adalah tauqifi, maka penulis juga tentunya merajihkan pendapat bahwasanya susunan surah dalam Al-Qur’an memiiki munasabah atau korelasi antara satu surah dengan surah sebelumnya dan surah sesudahnya. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa contoh yang di ambil dari beberapa kitab-kitab yang membahas tentang permasalahan tersebut.
Untuk lebih memudahkan para pembaca, maka penulis akan memberikan contoh yang dimulai dengan surah yang pertama dan seterusnya.
a.       Munasabah antara surah Al-Fatihah dengan surah Al-Baqarah :
1)      QS Al-Fatihah
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ (١) ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (٢)  ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ (٣)
Terjemahannya : “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (1) Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (2) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (3)…”[15]

2)      QS Al-Baqarah
الٓمٓ (١) ذَٲلِكَ ٱلۡڪِتَـٰبُ لَا رَيۡبَ‌ۛ فِيهِ‌ۛ هُدً۬ى لِّلۡمُتَّقِينَ ( ٢) ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣ )
Terjemahannya : Alif laam miin (1) Kitab(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (2) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka (3)…[16]

 Untuk mengetahui korelasi antara kedua surah tersebut, maka hal yang terpenting yang harus kita perhatikan adalah kandungan yang di miliki oleh kedua surah tersebut. Pada surah Al-Fatihah dijelaskan bahwa surah ini mengandung masalah perintahkan untuk beriman kepada Allah, hal ini dapat dilihat pada kandungan makna ayat-ayatnya, ketika Allah memerintahkan kita untuk bertahmid atas kekuasaan Allah yang meliputi alam semesta di dunia bahkan di akhirat kelak. Kemudian munasabahnya dengan surah setelahnya (surah Al-Baqarh) yang didalam juga mengandung perintah kepada keimanan, hal ini dapat dilihat pada ayat kedua ketika Allah menjelaskan kepada kita bahwa Al-Qur’an yang didalamnya tidaklah terdapat keraguan sedikitpun, inidikasi ini secara tidak lansung mengajak kita untuk meyakini atau mengimani Al-Qur’an, begitupun ayat-ayat lain yang di kandung di dalamnya yang memberikan informasi kepada kita tentang hal ihwal keimanan, khususnya beriman kepada yang ghaib, tentang hari akhirat dan banyak lagi perintah yang menyangkut iman di dalam surah ini.[17]
b.      Munasabah antara QS Al-Baqarah dengan QS Ali ‘Imran
1)      QS Al-Baqarah
Telah kami jelaskan diatas tentang sebahagian kandungan surah ini , namun surah ini, selain membahas tentang keimanan juga membahas tentang hal ihwal orang-orang yang kufur di jalan Allah.
2)      QS Ali ‘Imran
الٓمٓ (١) ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَىُّ ٱلۡقَيُّومُ (٢) نَزَّلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقً۬ا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوۡرَٮٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ (٣)
Terjemahannya : Alif laam miim (1) Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya (2) Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil (3)…”[18]

Dalam surah ini mengandung beberapa masalah, diantaranya : keimanan, ibadah, mu’amalah, akhlak, dan sebagainya. Munasabahnya dengan surah sebelumnya adalah kalau pada surah Al-Baqarah perintah untuk beriman, namun belum terlalu di pertegas pada surah sebelumnya. Pada surah ini Allah lebih mempertegas perintah untuk beriman kepadaNYA, hal ini Nampak ketika Allah lebih mempertajam perintah iman itu kepada ketauhidan, dan membatah tentang kepercayaan nashrani tentang ketuhanan Nabi Isa. Begitupun pada  surah sebelumnya sebahagian besar membahas tentang urusan ukhrawi (akhirat). Namun pada surah ini selain Allah membahas masalah akhirat (ibadah) Allah juga menjelaskan masalah-masalah mu’amalat, hal ini jelas ketika Allah menjelaskan masalah hukum jual beli.[19]
Demikianlah sekilas contoh munasabah antara satu surah dengan surah yang lain, namun untuk lebih jelasnya permbahasan ini bisa kita dapatkan secara detail di dalam kitab “Nazmu Al-Durar fi Tanaasubil Ayat wa Suwar” yang disusun oleh Imam Burhanuddin abi Hasan Ibrahim bin Umar Al-Baqa’i.
2.      Munasabah antara satu ayat dengan ayat yang lain (sebelum dan sesudahnya)
Setiap ayat mempunyai aspek hubungan dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya, dalam arti hubungan yang menyatukan, sperti perbandingan atau perimbangan antara sifat orang mukmin dengan sifat orang musyrik, antara ancaman dengan janji untuk mereka, begitupun penyebutan ayat-ayat rahmat setelah ayat-ayat azab, ayat-ayat yang berisi anjuran sesudah ayat-ayat berisi ancaman, ayat-ayat tauhid dan kemaha sucian Tuhan sesudah ayat-ayat tentang alam dan bahkan terkadang munasabah itu terletak pada perhatiannya terhadap lawan bicara, contoh firman Allah swt. QS Al-Ghasyiyah ayat 17-20 :
أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى ٱلۡإِبِلِ ڪَيۡفَ خُلِقَتۡ (١٧) وَإِلَى ٱلسَّمَآءِ ڪَيۡفَ رُفِعَتۡ (١٨) وَإِلَى ٱلۡجِبَالِ كَيۡفَ نُصِبَتۡ (١٩) وَإِلَى ٱلۡأَرۡضِ كَيۡفَ سُطِحَتۡ (٢٠)
Terjemahannya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan (17) dan langit bagaimana ia ditinggikan (18) dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan (19) dan bumi bagaimana ia dihamparkan (20)[20]

Diatas telah kami paparkan 4 ayat, yang ketika kita melihat secata sepintas, maka keempat ayat ini sama sekali tidak memiliki korelasi antara ayat yang satu dengan yang lainnya, namun setelah kita mencermatinya secara sistematis, dengan memahami ayat-ayat tersebut dengan pendekatan keilmuan maka ayat-ayat tersebut akan memunculkan  munasabah antara satu dengan yang lainnya. Pada ayat 17 di sebutkan tentang perintah untuk memperhatikan atau meneliti bagaimana unta itu diciptakan, kemudian ayat selanjutnya di jelaskan tentang bagaiamana langit di tinggikan, pada ayat selanjutnya lagi di sebutkan tentang bagaiamana gunung-gunung ditegakkan, dan pada ayat selanjutnya dijelaskan bagaiamana bumi ini di hamparkan. dalam ayat-ayat diatas terkandung masalah penghubungan antara unta, langit, gunung dan bumi. Munasabahnya adalah ketika kita memperhatikan adat dan kebiasaan yang berlaku pada kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, yang kehidupan mereka bergantung pada unta sehingga mereka amat memperhatikannya namun keadaan itupun tidak akan berlansung tanpa adanya air yang dapat menumbuhkan rumput di tempat gembalaan unta-unta mereka, tentunya keadaan ini terjadi bila turunnya hujan dan inilah sebab mengapa mereka selalu menengadahkan wajahnya ke langit, yang kemudian mereka juga membutuhkan tempat berlindung, dan tidak ada tempat berlindung yang lebih baik kecuali gunung-gunung. Mereka juga memerlukan rerumputan begitupan air, sehingga keadaan mereka selalu berpindah-pindah dari daerah ke daerah yang lain. Maka, apabila penghuni padang pasir mendengar ayat-ayat diatas, hati mereka terasa menyatu dengan
apa yang mereka saksikan sendiri yang tidak bisa lepas dari benak mereka.[21]
Contoh lain pada QS Al-Qiyamah ayat 20-21 :
كَلَّا بَلۡ تُحِبُّونَ ٱلۡعَاجِلَةَ (٢٠) وَتَذَرُونَ ٱلۡأَخِرَةَ (٢١)
Terjemahannya : “Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia (20) dan meninggalkan (kehidupan) akhirat (21).[22]

Antara ayat diatas jelas ada korelasinya sebab Allah menamakan dunia ini dengan “Al-‘Ajilah” mengandung pengertian bahwa hidup di dunia ini cepat/pendek, sesuai dengan nabi, cepat-cepat menyambut wahyu dan membacanya dengan menggerakan lidahnya. Seakan-akan Allah memperingatkan kepadanya, perhatikan apa yang di wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu terpengaruh seperti orang lain, bersikap tergesa-gesa di dalam hidup mereka yang singkat itu.[23]



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Membahas munasabah Al-Qur’an tentunya tidak terlepas dari pemabahsan kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa. Hal ini melihat bahwa membahas masalah korelasi antar surah/ayat di dalam Al-Qura’an tidak terlepas dari fungsional bahasa yang berperan penting dalam memahaminya. Oleh sebab itu ilmu-ilmu yang menjadi alat dalam memahami korelasi tersebut, mestilah dimiliki bagi orang yang ingin memahami betul sejauh mana korelasi tersebut terbentuk.
2.      Pembahasan ini kami rumuskan dalam 3 bentuk catatan :
a.       Pada dasarnya para ulama’ sepakat adanya korelasi antara ayat Al-Qur’an dengan ayat yang lain, walaupun letak perbedaanya hanya terdapat pada segi kuantitas hubungan tersebut, dalam artian sebagian ulama’ berpendapat bahwa seluruh ayat-ayat dalam Al-Qur’an memiliki korelasi dan sebagian ulam’ diantaranya mengatakan bahwa hanya sebahagian ayat dengan ayat lain yang memiliki korelasi.
b.      Adanya korelasi anara surah dengan surah yang lain, para ulama’ agak berbeda pendapat dalam memandang hal ini, hal ini di latar belakangi karena dalam penetapan tempat surah di dalam Al-Qur’an terjadi perbedaan pendapat pula, sebahagian mereka menganggap bahwa peletekan surah dalam Al_Qur’an bukanlah Tauqifi akan tetapi ia disusun menurut Ijtidi. Begitupun sebaliknya sebahagian yang lain menganggap bahwa susunan surah dalam Al-Qur’an adalah bentuk Tauqifi secara lansung dari Rasulullah.
c.       Ketika penulis melihat keagungan Al-Qur’an dan kemukjizatannya, penulis yakin bahwa semua isi Al-Qur’an telah disusun secara sistematis oleh Allah, bahkan sebelum Al-Qur’an itu di turunkan ke bumi ini. Oleh sebab itu korelasi yang terbentuk antar surah/ayat dengan surah/ayat yang lain tentu memiliki hubungan yang sangat erat, penulis hanya melihat masalah yang terjadi adalah sejauh mana kita memahami Al-Qur’an itu sendiri.
3.      Pada dasarnya Al-Qur’an seluruhnya memiiki hubungan yang erat antara satu (huruf, kalimat, ayat, surah dan selainnya) dengan lainnya. Hanya saja munasabah yang paling sulit untuk kita kaji adalah munasabah antara surah/ayat dengan surah/ayat yang lainnya. Karena munasabah antara huruf atau kalimat yang ada di dalam Al-Qur’an sudah jelas memiliki korelasi, karena ia terbentuk dalam satu maudhu’ atau pembahasan.Wallahu A’lam Bis-Shawab










DAFTAR PUSTAKA
Al Biqa’i. Burhanuddin abi Hasan Ibrahim bin Umar, Nazmu Ad-Daurar fi Tanaasubil Ayat wa Suwar. Cairo: Dar. Kitab Al-Islami; 1480 H/1885 M
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004
Adz-Dzahabi. Muhammad Husein, Al-Ittija-hatul Munharifah fi Tafsiril Qur’anil Karim, alih bahasa Hamim Ilyas dan MachnunHusein, Penyimpangan-Penyimpangan dalam Penafsiran Al-Qur’an, Cet.II, Jakarta: Rajawali; 1991
Kholil. Moenawar,  Al-Qur’an dari Masa ke Masa, Cet.VI, Solo: CV Ramadhani; 1985
Musa. M. Yusuf, Al-Qur’an wal Falsafah, Alih bahasa, Ahmad Daudy, Al-Qur’an dan Filsafat, Cet.I, Jakarta: PT  Bulan Bintang; 1988
Al-Qattan, Manna Khalil, Mbahats Fi ‘Ulumil Qur’an. Alih bahasa oleh Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.Cet.I, Bogor: PT Pustaka Litera AntarNusa; 1992
------------------------------, Mbahats Fi ‘Ulumil Qur’an. Cet.XI, Cairo: Maktabah Al-Wahbah; 2000
Ash Shiddieqy. T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Cet.VIII, Jakarta: Bulan Bintang; 1980
Ash Shobouni, Syaikh Muhammadi Ali, Al-Tibyan fi Ulumil Qur’an. Alih bahasa, Muhammad Qadirun Nur, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Cet.I, Jakarta: Pustaka Amani; 1988
Asy Syirbashi. Ahmad, Sirah fi Tafsiril Qur’an. Alih bahasa Pustaka Firdaus, Sejarah Tafsir Qur’an, Cet.I, Jakarta: Pustaka Firdaus; 1985
Az Zarkasyi. Al Imama Badruddin Muhammad bin Abdullah, Alburhan fi Ulumil Qur’an, Cairo: Dar At-Turats
Zuhdi. Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, Cet.I, Surabaya: PT Bina Ilmu; 1980



[1]Al-Qattan, Manna Khalil, Mbahats Fi ‘Ulumil Qur’an. Alih bahasa oleh Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. (Bogor: PT Pustaka Litera AntarNusa, 1992), h.377-390
[2]Ibid.
[3]Al Imama Badruddin Muhammad bin Abdullah Az Zarkasyi, Alburhan fi Ulumil Qur’an, (Cairo: Dar At-Turats), h.35
[4] Ibid.
[5]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004), h.221
[6]T.M. Hasbi  Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, ( Jakarta: Bulan Bintang; 1980), h.167
[7]Moenawar  Kholil,  Al-Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo: CV Ramadhani; 1985),  h.44
[8]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004), h.18
[9]Ibid
[10]Al Imama Badruddin Muhammad bin Abdullah Az Zarkasyi, Alburhan fi Ulumil Qur’an, (Cairo: Dar At-Turats),  h.45
[11] T.M. Hasbi  Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, ( Jakarta: Bulan Bintang; 1980) h.167-168
[12] Moenawar  Kholil,  Al-Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo: CV Ramadhani; 1985), hal.44
[13] Al-Qattan, Manna Khalil, Mbahats Fi ‘Ulumil Qur’an. Alih bahasa oleh Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. (Bogor: PT Pustaka Litera AntarNusa, 1992), h.140
[14]Manna Khalil  Al-Qattan, Mbahats Fi ‘Ulumil Qur’an. (Cairo: Maktabah Al-Wahbah; 2000), h.92-93
[15]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004), h.1
[16]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004), h.2
[17]Burhanuddin abi Hasan Ibrahim bin Umar  Al Biqa’i, Nazmu Ad-Daurar fi Tanaasubil Ayat wa Suwar. (Cairo: Dar. Kitab Al-Islami; 1480 H/1885 M), h.55
[18]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004), h.50
[19]Burhanuddin abi Hasan Ibrahim bin Umar  Al Biqa’i, Nazmu Ad-Daurar fi Tanaasubil Ayat wa Suwar. (Cairo: Dar. Kitab Al-Islami; 1480 H/1885 M), h.195
[20]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004), h.592
[21] Al-Qattan, Manna Khalil, Mbahats Fi ‘Ulumil Qur’an. Alih bahasa oleh Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. (Bogor: PT Pustaka Litera AntarNusa, 1992)h.142
[22] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media; 2004), h.577
[23] T.M. Hasbi  Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, ( Jakarta: Bulan Bintang; 1980), h.172

Tidak ada komentar: